Malam
ini entah kenapa, aku ingin sekali menuliskan sajak-sajak untuk mu. Mungkin
saja karna aku sedang rindu, atau perasaanku tengah membuncah. Entahlah har,
aku hanya ingin menulis malam ini untuk kamu. Terlepas apa yang aku lakukan ini
benar atau salah, semoga kau memaklumi. Tulisan ini bukan tulisan yang aku buat
dalam malam ini sekaligus. Beberapa telah kau baca, beberapa lagi ada yang baru
aku tuliskan malam ini. Sekali lagi, entah kenapa malam ini aku sangat ingin menulis sajak-sajak untuk mu. Maklumi saja
perempuan labil ini.
KISAH
PURBA
Merindukan
mu
Candu
yang memabukkan
Sukma-sukma
Yang
tertidur lama
Dalam
pangkuan derai-derai malam
Sedang
apa ?
Lalu
kau lempar senyum
Kau
jamah jemari
Lalu
kau belai mesra
Ujung
hidung bangir
Kita
bercengkrama hampir bersenggama
Apa
kabar ?
Bertanya
pada usang kata pun
Ku
tak sanggup menapak temali
Kau
masih begitu
Sibuk
dengan asap rokok mu
Aku
pun demikian
Makin
tidak waras dengan penantian
Panjang
Pekanbaru,
10 Desember 2015
Sajak yang aku tuliskan
tanggal 10 Desember. Sebelum malam dua puluh empat, sebelum kau dan aku
baik-baik saja. Ada keinginan untuk pergi, tapi terkadang aku malah dihujani kisah
kita di zaman purba. Kala itu masa yang sulit sekali, Har. Melihatmu waktu itu,
malah seakan di dadaku tambah sesak. Ada sesuatu yang hendak terkubak dari
dalam tapi tertahan. Kau tahu sekali bahwa aku sanagt uring-uringan. Ada kisah
yang kau goreskan, ada kisah yang aku tuliskan. Meski demikian, setidaknya
kurun tak selamanya mempecundangiku atas nama perasaan.
SEPOTONG
MALAM
Derai-derai
rinyai makin lebat. Menyisakan sepotong malam yang tidak dihiasi bintang.
Ditemani secangkir teh, kita minum bersama. Menikmati masa, menjelajah kurun,
ngalor-ngidul sebatas menghabiskan sepotong malam yang aku kira indah. Entahlah,
aku rasa waktu lambat berjalan. Dan aku pun berharap demikian. Aku ingin
berjalan lambat, menatap lamat-lamat. Sudah lama tak begini, Har. Di hari
terakhir tahun ini, di tanggal paling ujung tahun ini, ada remah-remah yang
masih belum terkemas. Dibawah payung yang menengadah ke langit, sambil
menantang derai-derai rinyai.
Kau
masih begitu. Barapa kalipun kutatap, kau memang begitu. Aku memang tak akan
bisa meninggalkan tahun ini, tak akan bisa beranjak dari detik ini, aku tidak
bisa. Sebab senyummu masih menggenggamku. Meski inginku terkadang pergi, mauku
berlari, aku tetap tak bisa.
Tahun
ini aku mengenal kamu. Tahun ini aku mengenal arti kehilangan, tahun ini aku
mengenal perpisahan, tahun ini juga aku mengenal arti kehadiran, dan aku
mengenal hal-hal baru. Aku mengenal sakit, aku mengenal bahagia. Ah, lagi-lagi
hujan makin lebat. Gerimis makin liar saja. Teruslah begini, terus saja. Kunikmati
setiap bau basah tanah yang disuguhkan malam. Tahun ini aku berasa mati, karena
kau pergi. Tahun ini aku serasa kembali, karena karena kau juga kembali.
Entahlah, di penghujung tahun, di penutup detik-detik yang mungkin saja orang
lain hitung, aku tak ingin mutung. Hatiku terlanjur buntung.
Derai-derai
rinyai, menghantarkan kisah yang aku tak ingin usai. Akan kah kita selama nya
berdamai, Har ?
Pekanbaru, 31
Januari 2015 (23.55)
MAKAN
MALAM
Izinkan
kuhirup aroma tubuhmu dalam-dalam
Menuangkan
nya kedalam gelas-gelas
Lalu
meminumnya
Kau
tahu
Bahwa
tubuhmu serasa caviar
Pekanbaru,
1 Januari 2016
Dua sajak yang aku
tuliskan di tempat mu, di buku catatanmu. Malam itu terasa panjang sekali.
Perasaanku campur aduk. Antara resah dan bahagia, namun aku lebih banyak merasa
resah. Pada satu sisi, aku merasa berterimakasih sekali pada hujan waktu itu
yang membuat waktu serasa lebih panjang, membuat malam terasa lebih indah
sekali dinikmati dibanding malam-malam lain. Namun, pada sisi lain aku sangat
merasa resah, merasa bersalah. Pikiranku melayang-layang pada ibu, pada kata
orang. Ada sesuatu yang salah dalam hatiku hingga aku merasa sangat resah,
resah sekali malahan. Sungguh. Tapi meskipun demikian, ada hal yang tak bisa
aku ungkapkan dengan kata-kata. Setiap kali memikirkannya lagi, perasaanku
malah membuncah dan senyumku malah merekah. Terkadang Har, memang sulit sekali
saat perempuan memliki perasaan. Meskipun
begitu, Terimaksih Har, atas malam yang entah kapan lagi engkau suguhkan.
SELEPAS
KAU PULANG
Perjumpaan
memang tak selalu kita awali dengan
basa-basi
Pun
demikian pula dengan perpisahan
Yang
tak kita lepas dengan sebuah pelukan
Kau
bilang : Aku pergi
Aku
bilang : Hati-hati
Kemudian
kita berkelana masing-masing
Engkau
ke barat daya nun jauh disana
Aku
pergi ke timur laut menjemput maut
Kita
tak pernah tahu kapan kita bertemu
Sebab,
selepas kau pulang
Kau
tinggal cinta dan ciuman
Dibawah
tilam dalam bilik kamar
Pekanbaru,
28 Januari 2016
Kurasa kau tahu sekali makna sajak ini. Kemudian aku
sambung dan perjelas pula dengan tulisan bahwa “Kau Tidak Salah”. Sejujurnya
aku hanya merasakan rindu pada sesuatu yang berubah selepas kau pulang. Ada yang
lain, Har. Tapi, tak apa. Sungguh tak apa. Ya meskipun aku terlihat menyedihkan
sekali, tapi kau harus paham bahwa perempuan memang demikan. Bedanya, saat
perempuan lain memilih untuk diam dan menangis, aku malah memilih untuk
menangis dan menulis. Tapi itu adalah ahal yang wajar bagi perempuan. Har, aku
rindu !!
KEPADA
HAR
Bahwa
sebenarmya aku ingin membawakanmu bunga-bunga dan sebuah puisi cinta meski kau
adalah seorang lelaki. Meski aku kerap kali gagal menulis puisi cinta dan meski
puisi cintaku tak akan pernah kau pahami. Aku ingin membawakanmu buket Drendobium,
Lisianthus, Lantana, Hydrangea, Gloriosa,
beberapa jenis bunga lili serta ku selipkan juga beberapa tangkai Juliet Rose.
Seandainya bisa, aku akan ke Sri Lanka kemudian akan kupetik Kadupul untukmu.
Kubawakan bunga bulan dari surga untukmu saja. Aku ingin esok selalu
berkunjung. Sebab bila esok datang, surya selalu membawa harapan dan senyuman
yang dapat kunikmati saban hari. Adalah hal yang menyenangkan bila dapat
memandangmu meski sekilas, meski sebentar saja. Meskipun terkadang, ada rasa
bersalahku pada Tuhan, kemudian pada ibu. Aku ingin menatapmu saja, aku ingin
memandangmu saja dari sela-sela kesibukan hari dan masa. Bukankah aku katakan aku
ingin pergi ? Memang demikian, sebab aku ingin kelana serupa Ahasveros tapi
kembali aku kan kembali lagi (semoga). Mencari sesuatu yang perlu dicari dan
ditemukan, dan aku ingin mendapatkan sesuatu yang akan kusimpan selamanya
darimu. Jika sebelum pergi aku pamit sebagai salah satu tawanan Yomitsu Kuni atau tawanan
Hades, aku akan kembali sebagai Afrodit atau Lamia sebelum dikutuk Hera, atau aku ingin kembali sebagai Ulupi atau Citrawati
bahkan Sriwedari. Jika aku tak kembali, aku hanya ingin melepas sebuah senyum
yang akan kau ingat selamanya.
Pekanbaru,
26 Februari 2016
Tulisan yang aku kira sedikit lebih romantis dan
berkurang kadar sarkasmenya. Har, aku sedang giat sekali belajar membuat puisi
cinta. Hahahaha. Meskipun aku akui menulis puisi cinta tidak segampang menulis
sajak-sajak penantian atau kesedihaan. Tetaplah jadi lelaki baik, Har. Entah
kenapa aku tidak pernah bosan mengatakan hal ini kepadamu. Mengerti atau tidak,
paham atau tidak, suka atau tidak, yang jelas maklumi saja dan maaf bila kamu
merasa terusik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Left a comment if you want ^^