Jumat, 26 Februari 2016

SAJAK KEPADA HAR



Malam ini entah kenapa, aku ingin sekali menuliskan sajak-sajak untuk mu. Mungkin saja karna aku sedang rindu, atau perasaanku tengah membuncah. Entahlah har, aku hanya ingin menulis malam ini untuk kamu. Terlepas apa yang aku lakukan ini benar atau salah, semoga kau memaklumi. Tulisan ini bukan tulisan yang aku buat dalam malam ini sekaligus. Beberapa telah kau baca, beberapa lagi ada yang baru aku tuliskan malam ini. Sekali lagi, entah kenapa malam ini aku sangat ingin  menulis sajak-sajak untuk mu. Maklumi saja perempuan labil ini.
KISAH PURBA
Merindukan mu
Candu yang memabukkan
Sukma-sukma
Yang tertidur lama
Dalam pangkuan derai-derai malam

Sedang apa ?
Lalu kau lempar senyum
Kau jamah jemari
Lalu kau belai mesra
Ujung hidung bangir
Kita bercengkrama hampir bersenggama

Apa kabar ?
Bertanya pada usang kata pun
Ku tak sanggup menapak temali
Kau masih begitu
Sibuk dengan asap rokok mu
Aku pun demikian
Makin tidak waras dengan penantian
Panjang

Pekanbaru, 10 Desember 2015

Sajak yang aku tuliskan tanggal 10 Desember. Sebelum malam dua puluh empat, sebelum kau dan aku baik-baik saja. Ada keinginan untuk pergi, tapi terkadang aku malah dihujani kisah kita di zaman purba. Kala itu masa yang sulit sekali, Har. Melihatmu waktu itu, malah seakan di dadaku tambah sesak. Ada sesuatu yang hendak terkubak dari dalam tapi tertahan. Kau tahu sekali bahwa aku sanagt uring-uringan. Ada kisah yang kau goreskan, ada kisah yang aku tuliskan. Meski demikian, setidaknya kurun tak selamanya mempecundangiku atas nama perasaan.

SEPOTONG MALAM

Derai-derai rinyai makin lebat. Menyisakan sepotong malam yang tidak dihiasi bintang. Ditemani secangkir teh, kita minum bersama. Menikmati masa, menjelajah kurun, ngalor-ngidul sebatas menghabiskan sepotong malam yang aku kira indah. Entahlah, aku rasa waktu lambat berjalan. Dan aku pun berharap demikian. Aku ingin berjalan lambat, menatap lamat-lamat. Sudah lama tak begini, Har. Di hari terakhir tahun ini, di tanggal paling ujung tahun ini, ada remah-remah yang masih belum terkemas. Dibawah payung yang menengadah ke langit, sambil menantang derai-derai rinyai.
Kau masih begitu. Barapa kalipun kutatap, kau memang begitu. Aku memang tak akan bisa meninggalkan tahun ini, tak akan bisa beranjak dari detik ini, aku tidak bisa. Sebab senyummu masih menggenggamku. Meski inginku terkadang pergi, mauku berlari, aku tetap tak bisa.
Tahun ini aku mengenal kamu. Tahun ini aku mengenal arti kehilangan, tahun ini aku mengenal perpisahan, tahun ini juga aku mengenal arti kehadiran, dan aku mengenal hal-hal baru. Aku mengenal sakit, aku mengenal bahagia. Ah, lagi-lagi hujan makin lebat. Gerimis makin liar saja. Teruslah begini, terus saja. Kunikmati setiap bau basah tanah yang disuguhkan malam. Tahun ini aku berasa mati, karena kau pergi. Tahun ini aku serasa kembali, karena karena kau juga kembali. Entahlah, di penghujung tahun, di penutup detik-detik yang mungkin saja orang lain hitung, aku tak ingin mutung. Hatiku terlanjur buntung.
Derai-derai rinyai, menghantarkan kisah yang aku tak ingin usai. Akan kah kita selama nya berdamai, Har ?

Pekanbaru, 31 Januari 2015 (23.55)
MAKAN MALAM
Izinkan kuhirup aroma tubuhmu dalam-dalam
Menuangkan nya kedalam gelas-gelas
Lalu meminumnya
Kau tahu
Bahwa tubuhmu serasa caviar

Pekanbaru, 1 Januari 2016

Dua sajak yang aku tuliskan di tempat mu, di buku catatanmu. Malam itu terasa panjang sekali. Perasaanku campur aduk. Antara resah dan bahagia, namun aku lebih banyak merasa resah. Pada satu sisi, aku merasa berterimakasih sekali pada hujan waktu itu yang membuat waktu serasa lebih panjang, membuat malam terasa lebih indah sekali dinikmati dibanding malam-malam lain. Namun, pada sisi lain aku sangat merasa resah, merasa bersalah. Pikiranku melayang-layang pada ibu, pada kata orang. Ada sesuatu yang salah dalam hatiku hingga aku merasa sangat resah, resah sekali malahan. Sungguh. Tapi meskipun demikian, ada hal yang tak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata. Setiap kali memikirkannya lagi, perasaanku malah membuncah dan senyumku malah merekah. Terkadang Har, memang sulit sekali saat perempuan memliki perasaan.  Meskipun begitu, Terimaksih Har, atas malam yang entah kapan lagi engkau suguhkan.

SELEPAS KAU PULANG
Perjumpaan memang  tak selalu kita awali dengan basa-basi
Pun demikian pula dengan perpisahan
Yang tak kita lepas dengan sebuah pelukan
Kau bilang : Aku pergi
Aku bilang : Hati-hati
Kemudian kita berkelana masing-masing
Engkau ke barat daya nun jauh disana
Aku pergi ke timur laut menjemput maut
Kita tak pernah tahu kapan kita bertemu
Sebab, selepas kau pulang
Kau tinggal cinta dan ciuman
Dibawah tilam dalam bilik kamar

Pekanbaru, 28 Januari 2016

Kurasa kau tahu sekali makna sajak ini. Kemudian aku sambung dan perjelas pula dengan tulisan bahwa “Kau Tidak Salah”. Sejujurnya aku hanya merasakan rindu pada sesuatu yang berubah selepas kau pulang. Ada yang lain, Har. Tapi, tak apa. Sungguh tak apa. Ya meskipun aku terlihat menyedihkan sekali, tapi kau harus paham bahwa perempuan memang demikan. Bedanya, saat perempuan lain memilih untuk diam dan menangis, aku malah memilih untuk menangis dan menulis. Tapi itu adalah ahal yang wajar bagi perempuan. Har, aku rindu !!

KEPADA HAR
Bahwa sebenarmya aku ingin membawakanmu bunga-bunga dan sebuah puisi cinta meski kau adalah seorang lelaki. Meski aku kerap kali gagal menulis puisi cinta dan meski puisi cintaku tak akan pernah kau pahami. Aku ingin membawakanmu buket Drendobium,  Lisianthus, Lantana, Hydrangea, Gloriosa, beberapa jenis bunga lili serta ku selipkan juga beberapa tangkai Juliet Rose. Seandainya bisa, aku akan ke Sri Lanka kemudian akan kupetik Kadupul untukmu. Kubawakan bunga bulan dari surga untukmu saja. Aku ingin esok selalu berkunjung. Sebab bila esok datang, surya selalu membawa harapan dan senyuman yang dapat kunikmati saban hari. Adalah hal yang menyenangkan bila dapat memandangmu meski sekilas, meski sebentar saja. Meskipun terkadang, ada rasa bersalahku pada Tuhan, kemudian pada ibu. Aku ingin menatapmu saja, aku ingin memandangmu saja dari sela-sela kesibukan hari dan masa. Bukankah aku katakan aku ingin pergi ? Memang demikian, sebab aku ingin kelana serupa Ahasveros tapi kembali aku kan kembali lagi (semoga). Mencari sesuatu yang perlu dicari dan ditemukan, dan aku ingin mendapatkan sesuatu yang akan kusimpan selamanya darimu. Jika sebelum pergi aku pamit sebagai  salah satu tawanan Yomitsu Kuni atau tawanan Hades, aku akan kembali sebagai Afrodit atau Lamia sebelum dikutuk Hera,  atau aku ingin kembali sebagai Ulupi atau Citrawati bahkan Sriwedari. Jika aku tak kembali, aku hanya ingin melepas sebuah senyum yang akan kau ingat selamanya.

Pekanbaru, 26 Februari 2016


Tulisan yang aku kira sedikit lebih romantis dan berkurang kadar sarkasmenya. Har, aku sedang giat sekali belajar membuat puisi cinta. Hahahaha. Meskipun aku akui menulis puisi cinta tidak segampang menulis sajak-sajak penantian atau kesedihaan. Tetaplah jadi lelaki baik, Har. Entah kenapa aku tidak pernah bosan mengatakan hal ini kepadamu. Mengerti atau tidak, paham atau tidak, suka atau tidak, yang jelas maklumi saja dan maaf bila kamu merasa terusik.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Left a comment if you want ^^