Selasa, 31 Mei 2016

PERCAKAPAN



Bukan lagi dua hari belakangan aku memikirkan hal ini. Sudah lama, bahkan sejak pertama kali cerita ini malah semakin rumit, aku sudah bahkan terlampau memikirkanya setiap kali sempat. Tiga hari yang lalu, tepat tanggal 28 Mei cerita ini persis satu tahun berlalu. Mei memberikan arti lebih dua tahun belakangan ini. Mei tahun lalu aku dikenalkan dan diajarkan tentang cinta, sedang Mei tahun ini aku diajarkan bertahnggung jawab atas segala hal. Mei tahun lalu dan Mei tahun ini mutlak berhubungan. Di penghujung Mei tahun ini, iznkanlah aku berkisah sejenak. Mula-mula, kita baiknya kembali ke awal cerita ini dimulai. Kita harus berjalan mundur 365 hari lebih kebelakang, bahkan harus lebih jauh. Aku tak akan mengisahkan ini dari awal, sebab sudah terlampau banyak sekali kisah yang aku ceritakan dan nanti pastinya hanya akan jadi pengulangan, tidak menarik dan basi. Tulisan ini sebenarnya aku berikan hanya sebagai refleksi. Kita berkaca, atau tepatnya aku harus berkaca lagi tentang cerita yang dimulai satu tahun lalu. Langsung saja aku kisahkan. Sejauh cerita ini berlangsung, selama cerita ini diputar, selama itu pula lah sepanjang tahun ini aku lebih sering menangis ketimbang tertawa. Bahkan terkadang kebodohan yang aku lakukan adalah menangis tak ingat tempat dan waktu.
 
+Bertanya sebab kenapa aku menangis ? Sederhana, alasan nya hanya karna perasaan. Jangan disalahkan dulu, sebab perempuan memang demikian . Menangis karna perasaan bukan berarti aku bermaksud berlebihan, hanya saja dengan menangislah lah aku yang meruapakan bagian dari kaum perempuan, kami rasa kami bisa melepaskan sesuatu yang kadang tak mampu dijelaskan.

+Lalu kau bertanya tantang penyebab perasaan itu muncul ? Apalagi kalau bukan lelaki. Sebelum kau bertanya lebih jauh, mari sejenak aku jelaskan. Tokoh utama yang akan kita bahas di dalam kisah ini adalah aku, bukan lelaki itu. Kemudian, tolong jangan biarkan asumsimu semakin liar untuk melihat dari sisi yang salah dari kisah ini, hingga akhirya kisah ini malah kau terjemahkan bahwa lelaki itu yang salah, padahal bukan sama sekali. Mari, kita lajutkan kisah ini.

+Kenapa aku memberikan peringatan tersebut sebelum melanjutkan kisah ini ? Kau jangan mencercaku begitu. Tahanlah keingintahuanmu sebab semua pasti akan aku jelaskan. Sebenarya saat ini dalam pikiranku aku selalu merasa bersalah pada lelaki itu. Aku hanya tak ingin semakin merasa segan dan bersalah pada lelaki itu. Tiap kali aku berkisah, tiap kali pula orang yang mendengar kisah ini malah menyalahkan lelaki itu padahal tidak sama sekali. Tiap kali aku mulai, tiap kali pula orang-orang menilai lelaki itu jahat, tidak berperasaan, dan segala hal yang tidak ada sama sekali pada lelaki itu. Sungguh, bukan tanpa dasar aku berkata demikian. Karna setahuku lelaki itu memang tidak demikian kelakukannya.

+Darimana aku menyimpulkan bahwa lelaki itu tidak demikian ? Ya karna memang begitulah adanya. Dia baik, bahkan terlampau baik.

+Aku dibutakan perasaan ? Jangan menuduhku sembarangan. Tidak sedikitpun aku dibutakan perasaan. Aku berbicara secara objektif dengan perspektif lain. Bukan berdasarkan objektivitas yang tak jelas dari segi mana kalian memandang. Oh, mengapa malah kita terfokus pada lelaki itu. Seharusnya  bukan dia tokoh utama dalam tulisan kali ini.

+ Mengapa aku harus menuliskan kisah ini, hari ini dan dalam tulisan ini ? Aku hanya ingin jujur. Sebab dengan tulisan ini aku bisa berkata jujur tanpa kebohongan yang sudah diatur oleh otak.   Sebenarnya aku ingin menuliskan ini sejak beberapa hari yang lalu namun tidak sempat. Banyak hal yang ingin aku tuliskan tapi aku tak mengerti harus mulai darimana dahulu.
+ Apakah aku menyesal dengan kisah ini ? Tentu tidak, sama sekali tidak ada penyesalan sedikitpun dalam hatiku. Meskipun aku tak bisa mengatakan bahwa ini kisah yang indah, tapi ini bukanlah kisah yang buruk. Aku menikmati setiap alur yang sudah berjalan lewat satu tahun. Setiap momen yang ada aku nikmati. Setiap air mata, setiap tawa, setiap waktu yang sudah berlalu kunikmati tiap detiknya. Apakah harus aku jelaskan bahwa aku juga menikmati setiap hembusan asap rokoknya ? Tidak perlu sampai sejauh itu. Lagi aku katakan, bahwa aku tidak menyesal.

+Buat apa menangis kalau memang tak menyesal ? Kau tak akan paham. Ini lah bagian rumitnya menjadi perempuan. Selain cerewet, besar mulut, sombong, hiperkritis, menjengkelkan, pongah, dan sebagainya, perempuan juga rumit tingkat mahadewa. Kau tak akan mengerti dan aku pun tak bisa menjelaskannya dengan kata-kata. Yang jelas, alasan kenapa aku masih menangis meski tidak menyesal dengan kisah ini adalah hal rumit yang sulit sekali untuk dijelaskan
+ Mungkin saja dengan melihatku menangis, dia yang merasa bersalah kepadaku bukan aku yang bersalah padanya ? Mungkin. Sebab aku menangis terlampau sering padahal lelaki itu sudah memintaku agar tidak menangis lagi. Mungkin untuk hal ini harus refleksi diri. Aku tak melulu harus menangis bila teringat tentang dia atau bahkan bila hal-hal rumit dan sulit sekali untuk dijelaskan itu datang mengganggu pikiranku. Mengutarakan sesuatu tidak harus dengan menangis, atau setidaknya janagn biarkan orang lain tahu bahwa aku sedang menangis.

+Karna aku terlalu banyak menangis dan orang lain tahu aku menangisi tentang lelaki itu,  mungkin saja itu yang menyebabkan orang lain berpikir bahwa dia jahat. Aku penyebabnya ? Ya, aku rasa memang akulah penyebab semuanya. Untuk itu aku menulis tulisan ini dan ingin refleksi diri biar tidak terus-terusan begini. Kau tahu ? Aku yang jahat bukan lelaki itu. Aku rasa aku egois, menangis tak kenal waktu dan tempat hingga orang lain malah menyalahkannya, bercerita sana-sini hingga orang lain salah terjemahan, aku terlalu perempuan untuk hal ini !! Aku tak mendengarkan lelaki itu. Dia bilang jangan menangis, tapi aku masih saja menangis bahkan tidak tahu diri sama sekali dimana dan kapan seharusnya menangis. Lelaki itu katakan jangan terlampau percaya pada orang, tidak baik nanti. Tapi aku malah terlampau bodoh untuk mengerti maksudnya. Aku mudah sekali percaya dan akhirnya, memanglah tidak baik. Semua semakin kacau dan aku semakin merasa bersalah dan mungkin dia juga semakin. Aku yang jahat untuk kisah ini.

+ Apakah aku sadar akan hal itu ? Setelah semuanya terjadi baru aku sadar, dan aku kira sudah terlambat. Asumsi dan pikiran-pikiran sudah terlanjur dilahirkan dari masih-masing kepala orang. Kisah ini sudah terlanjur makin rumit.

+ Tidak mencoba menjelaskan padanya ? Sudah, dan dia memaklumi tapi aku memang dasar nakal, memang dasar bebal. Tak cukup jatuh sekali pada lubang yang sama. Kesalahan itu aku lakukan berulang-ulang. Hasilnya, kau pasti tahu sendiri bahwa cerita ini emakin rumit dan berbelit.

+ Aku jahat !! ? Ya aku memang jahat, jahat sekali. Sudah jahat, bebal pula.

+ Dia lebih baik pergi meninggalkanku ? Jangan, jangan pergi. Astaga, mengapa aku masih saja seegois ini. Masih memikirkan diriku sendiri. Tapi sungguh aku tak sanggup bila ditinggal sendirian. Aku butuh pembiasaan.

+ Tulisan-tulisanku juga mennganggunya, malah menciptakan asumsi yang semakin salah tentang lelaki itu ?  Aku rasa juga begitu. Tulisan ini, tulisan sebelum-sebelumnya, sajak dan puisi yang aku tuliskan malah aku kira juga membuat dia lelaki itu semakin disalahkan. Atau bahkan tulisan-tulisan itu yang juga membuat aku semakin merasa bersalah dan lelaki itu pun demikian. Ah, tapi aku hanya mampu jujur lewat tulisan.

+ Aku bisa berbicara dengan lelaki itu ? Tidak. Jangan suruh aku berbicara tentang apa yang sebenarnya aku rasakan kepadanya secara langsung. Aku tidak bisa, dan tak akan pernah bisa. Aku selalu saja kehabisan kata-kata. Aku hanya sanggup menuliskannya.

+ Tulisanku membuat semua malah makin ambigu dan masalahnya tidak akan pernah selesai !! Lalu aku harus apa ? Aku hanya mampu menulis, aku tak bisa berbicara langsung dan aku juga tak tahan jika memnag harus memendam. Aku butuh sajak, aku butuh puisi, aku butuh menulis, dan lebih dari itu aku butuh lebih sering berbicara dengan Tuhan.
+ Kanapa tidak hanya dengan Tuhan saja. Toh Tuhan adalah maha dari segala Maha. Dia lebih paham, dan dia lebih punya solusi ? Tapi aku juga ingin menulis puisi. Aku baru merasa lega selepas melakukan keduanya. Mengadu kepada Tuhan, lalu kepada sajak dan puisi.

+ Apa yang mau aku katakan kepada lelaki itu sekarang ? Aku mencintai lelaki itu

+ Itu saja ? Tentu tidak. Aku ingin meminta maaf lagi atas semua hal yang telah terjadi. Sedikit pun aku tak pernah benar-benar membencimu atas segala hal. Aku hanya jengkel saja sesekali. Tapi sungguh, perasaanku malah bertambah-tambah. Maaf selau membawa-bawa namamu dalam sajak dan puisiku. Maaf, sebab kau dicintai oleh seorang penyair dan namamu akan selalu abadi dalam sajak-sajak. Aku akan lebih berpikir bagaimana agar aku tak lagi menjadikanmu objek asumsi sesat dari orang-orang berdasarkan kisah dan tulisan yang aku sampaikan. Sejujurnya, aku bangga padamu atas apa yang kau lalukan dalam acara kemaren. Aku ingin mengucapkan selamat secara langsung tapi aku malu, aku segan. Kau memang lelaki yang bisa diandalkan. Terimakasih atas apa yang sudah kau lakukan dan apa yang sudah kau suguhkan, terlepas itu sempurna dimata mereka atau tidak. Kau luar biasa, sungguh. Dan lagi, aku tak akan mendesak-desakmu lagi. Selalu meminta dan menanyakan penjelasan atas penyebab cerita satu tahun ini dimulai. Aku akan menunggu tanpa mendesakmu lagi. Baik secara langsung maupun dengan tulisan-tulisan. Tapi kau tahu bahwa aku tak akan pernah berhenti menulis, jadi tolong maklumi perempuan ini. Jadilah lelaki baik. Aku tak pernah bosan berbicara seperti ini. Aku rindu, dan aku mencintamu.

Jumat, 27 Mei 2016

SAYA RISAU KARENA HAL INI



Ada hal-hal yang mengganggu pikiran saya sejak beberapa malam yang lalu. Entah saya yang terlampau memikirkan, entah hal tersebut memang pantas dipikirkan. Yang jelas, sampai sekarang, meskipun orang bilang  saya bisa pandai berbicara dan sedikit pandai bersilat lidah, tapi sesungguhnya  saya adalah pembicara yang buruk. Saya mungkin bisa dengan mudah berkomunikasi dengan siapa saja dan kapan saja tanpa ada persiapan script atau bahan, namun sayang nya hal tersebut tidak bisa berlaku jika saya ingin berbicara jujur kepada orang yang berarti bagi hidup saya. Saya tidak pernah mampu berbicara jujur secara langsung tentang apa yang saya rasakan, tentang apa yang saya inginkan. Saya mungkin saja bisa berbicara kepada orang banyak bahwa sekarang saya sedang sedih, sedang bahagia, sedang marah, sedang rindu, patah hati atau saya sedang biasa-biasa saja. Tapi kepada seseorang yang saya anggap penting, saya tidak bisa jujur dan terkadang saya malah tidak bisa bicara. Saya tidak pernah tahu kenapa. Saya rasa lidah saya otomatis kelu saat ingin menyampaikan secara jujur apa yang sedang saya rasakan. Saya tidak mampu memendam, dan alternatifnya saya hanya bisa berbicara lewat tulisan karna saya bisa lebih jujur dan bisa lebih terbuka. Seperti yang saya katakan diawal bahwa ada hal yang menganggu pikiran saya. Dan hal tersebut tidak bisa saya ungkapkan, bukan tidak mau tapi saya tidak mampu.
Hal pertama yang mengganggu pikiran saya adalah hal ini. Sesungguhnya saya hampir berumur 19 tahun dan sungguh banyak hal yang saya sesalkan sepanjang hidup saya. Bukan saya tidak bersyukur pada Tuhan, hanya saja saya merasa bodoh dan bebal karna tidak meaksimalkan nikmat yang sudah Tuhan berikan. Selama 12 tahun saya menempuh pendidikan dari TK sampai SMA, saya dikatakan pintar tapi sungguh saya merasa tidak terlampau pintar. Salah satu nikmat Tuhan yang saya syukuri adalah saya cepat belajar dan mengerti tentang sesuatu yang saya pelajari. Hanya saja, saya hanya menggunakan nya begitu saya dan tidak saya maksimalkan. Bodoh sekali saya. Selama 12 tahun yang saya peroleh hanya juara kelas dengan banyak mengikuti perlombaan tapi tidak menang. Saya yakin, saya bisa saja menang, saya bisa saja mengikuti perlombaan yang lebih banyak, saya bisa lebih, tapi saya sia-siakan. Terlampau bodoh saya ini. Saya tidak pernah memaksimalkan apa yang seharusnya bisa saya maksimalkan. Saya kosong, hampa, saya tidak membesarkan diri saya sedang saya bisa. Bebal. Rasa malas dan keterbelakangan opini membuat kita makin kerdil. Kelihatannya pongah sekali saya berbicara seperti ini, tapi sungguh tidak ada maksud sama sekali untuk pongah, pamer, atau menyombong. Ini hanya bentuk penyesalan atas apa yang saya lakukan.  Dan sampai sekarang saya masih dipasung rasa malas, saya sadar tapi saya masih saja stagnan dan tidak bergerak. Put, wake up !! Sampai sekarang saya masih kerdil meski orang bilang saya sudah besar, tapi sungguh saya  belum apa-apa. Saya harus lebih banyak belajar. Semoga setelah ini, saya terlepas dari pasungan dan saya langsung belajar.
Hal kedua yang masih mengganggu pikiran saya adalah saya merasa aneh saja dengan apa yang saya pikirkan. Lebih jelasnya begini, saat saya beropini tentang sesuatu saya berpikiran dua kali. Bagian satu dari diri saya menyatakan betul, tapi sebagian lainnya menyatakan salah. Terkadang saya susah membedakan apa yang harus dan tidak harus saya lakukan. Saya bingung tentang apa yang salah, tentang apa yang benar, tentang apa yang pantas dan tidak.  Lagi-lagi orang lain bilang saya memiliki kemampuan berbicara, saya mudah beradaptasi, saya mudah bergaul, tapi saya rasa saya adalah orang yang gagal dalam bersosialisasi. Sikap saya sering kali berubah-ubah. Sebentar saya bisa sangat hyperactive dan sangat talkactive, seketika saya bisa langsung diam jika saya tersinggung. Sungguh saya tidak pandai dalam bergaul. Saya terlalu egosentris, saya rasa saya lebih sering terfokus pada diri sya sendiri. Saya egois, saya masih belum bisa berinteraksi dengan baik. Dari saya SD sampai sekarang pun saya lebih suka bergaul dengan kelompok kecil orang, saya lebih nyaman sendiri tapi saya bukan orang yang pendiam apalagi seorang introvert. Jika saja kalian bertemu saya, saya bisa lebih gila dan lebih hyperactive. Orang lain lihat saya mempunyai banyak sekali teman, saya rasa memnag demikian. Tapi sungguh, terkadang saya merasa tidak nyaman dan kesepian. Entahlah.
Hal ketiga yang mengganggu saya adalah saya rindu sekali pulang. Saya ingin sekali pulang, bertemu dengan ibu, ayah, adik, dan rumah. Saya rindu semua hal yang ada di rumah, saya rindu semua hal di Payakumbuh. Sungguh Tuhan, saya rindu benar-benar rindu. Perkaranya bukan masalah rindu yang semakin menggebu hanya saja saya segan untuk pulang. Saya merasa belum siap untuk pulang. Saya rindu tapi saya segan. Saya segan kepada ayah, saya segan kepada ibu. Hampir 19 tahun usia saya tapi saya masih subsidi penuh dari mereka. Saya masih meminta, saya hanya bisa membelanjakan dan menghabiskan. Saya merasa saya hanya seonggok daging dengan organ yang lengkap tapi masih belum bisa memaksimalkan. Saya segan untuk pulang. Memang ayah dan ibu tidak pernah menuntut saya macam-macam, tidak pernah sekalipun. Saya disuruh belajar, itu saja. Hanya saja belajar pun tidak saya lakukan dengan maksimal. Ah, Tuhan. Betapa jahat dan bebalnya saya. Pulang malu, gak pulang rindu. Serba salah, semoga saja kedepannya saya lebih baik. Bukan, tapi saya harus lebih baik lagi.
Hal terakhir yang mengganggu pikiran saya saat ini mungkin, tidak terlalu penting bahkan ini tidak perlu terlalu saya pikirkan. Masalah yang sama. Masalah tentang orang yang sama untuk waktu yang hampir satu tahun. Berputar-putar di tempat yang sama tanpa arah yang jelas. Pergi lalu kembali, hilang lalu timbul, bahagia lalu menangis, selalu saja  seperti ini. Berkutat dengan masalah yang sama dengan orang yang sama perihal yang sama. Hal yang menganggu adalah mau sampai kapan seperti ini ? Sudah satu tahun seperti ini. Mau sampai tahun keberapa lagi ? Saya tidak bisa menjelaskannya lebih jauh dalam tulisan ini. Mungkin di tulisan lainnya akan saya jelaskan. Atau tulisan-tulisan sebelum nya sedikit menggambarkan bagaimana. Yang jelas saya sedih dan risau. Tapi hidup terlalu singkat untuk meratap bukan ?

Selasa, 24 Mei 2016

MUSLIM ? Why not



Hidup di zaman modern dengan segala kemudahan dan ketersediaan informasi yang mudah didapatkan membuat kita dengan gampang bisa tahu tentang semua hal. Segalanya. Mulai dari hal yang wajar untuk diketahui sampai hal yang tidak pantas pun dapat diakses. Music, berita, fashion, kriminalitas, trend, budaya, dan apa saja dapat diakses. Pagi ini, saat saya sedang malas-malasan untuk mandi, saya membuka akun FB dan menemukan postingan vido yang dishare salah satu kawan. “Moslem women called a “TERRORIST”, AMAZING father of a Soldier stand up for moslem”, sebuah video dengan durasi kurang lebih menit yang menceritakan deskriminasi, judgment atau penghakiman terhadap moslem di America. Vidio ini sebenenarnya dibuat oleh BBC untuk melihat pandangan masyarakat Amerika terhadap moslem. Dan, video ini berdsarkan kisah nyata yang dialami seorang gadis muslim Amerika. Pada video tersebut ditampilkan seorang perempuan 30-an tahun datang ke sebuah toko roti dan ingin memesan, tetapi pelayan toko malah marah dan mencaci maki si perempuan. “Maaf,kami tidak menerima Muslim disini. Ini Amerika, anda TERORIS dan saya tidak yakin anda akan ramah”. Respon dari pelanggan lain pada kejadian tersebut adalah mereka hanya diam, tidak peduli, dan saat si perempuan mencoba meminta pembelaan, seolah-olah  “that ur business not my business”. Mereka tidak peduli. Pada simulasi kedua, respon yang diberikan malah lebih buruk. Si pelanggan malah ikut menghakimi si perempuan dan memuji pelayan atas tindakannya. Ada pula yang memberikan acungan jempol atas tindakan si karyawan. But, setelah kejadian ini diulang-ulang beberapa kali untuk melihat reaksi-reaksi yang akan diberikan oleh orang America yang lain,  menurut pengamatan saya 85% orang Amerika yang ada dalam video tersebut membela si perempuan. Mereka marah kepada pelayan, mengatakan bahwa apa yang dilakukan pelayan tersebut salah. Bahkan ada yang memaki pelayan dan keluar dari toko sehingga tidak jadi berbelanja di toko tersebut. Saat beberapa orang tersebut diwawancari, beberapa dari mereka bahkan ada yang menangis. Alasan nya adalah mereka respect, mereka peduli, mereka merasakan bagaimana diperlakukan berbeda dengan yang lain, mereka merasakan susahnya menjadi bagian dari minoritas dan mendapat stigma serta dicap sebagai terrorist.

So, in my humble opinion (IMHO) :
1.       American yang notabene nya bukan mayoritas muslim, bukan Islam, tidak mengetahui ajaran-ajaran Al-Quran dan hadis tentang bagaiman hubungan yang baik  sesama manusia, mampu bersikap baik. Mereka menghargai perbedaan, mereka menghargai orang lain, mereka tidak memandang asal usul, suku, ras, bangsa, dan agama, mereka tidak memandang kultur, mereka tidak memandang “siapa kamu” dalam menyanggah sebuah ketidakadlilan. Mereka tidak ragu malawan sebuah deskriminasi tanpa arah yang jelas, Mereka tidak takut melawan. Saya teringat akan satu kalimat yang pernah saya baca : “Sebuah kejahatan akan tetap berlangsung sebab tidak ada yang melawan” Realitanya memang demikian, kita lebih memlilih diam, bungkam daripada melawan padahal jelas kita harus dan diwajibkan melawan. Apa kabar kita Indonesia ? Dari contoh sederhana ini, sampai kapan kita akan terus diam ? Mari instropeksi sama-sama
2.       Saya mengambil pesan tersirat dari video ini. Vidio ini dibuat atas dasar kejadian nyata yang dialami gadis muslim disana. Dia diperlakukan berbeda, di deskriminasi karna dia seorang muslim dan menggunakan jilbab atau hijab. Guys, meskipun sebenarnya nya saya belum menggunakan jilbab secara benar dan kontinu tapi ada satu hal yang menyentil hati saya. Perempuan tersebut tinggal di negara yang menggap bahwa perempuan berkerudung itu teroris, tidak baik, jahat. Perempuan tersebut bisa saja melepas jilbabnya untuk menghindari cercaan, hinaan, dan deskriminasi terhadap dirinya, tapi dia malah memilih untuk tetap menggunakannya. Dia lebih takut kepada Rabbnya, kepada Tuhan nya. Sedang kita bagaima ? Pertanyaan ini juga untuk saya ? Kita tinggal di Negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Tidak ada yang memandang aneh pada jilbab, tidak ada orang yang akan memperlakukan kita berbeda jika kita memakai jilbab, tidak ada deskriminasi. Kita aman, kita tenang. Tapi mengapa kita masih belum mau menggunakan jilbab atau hijab ? Tuhan kuarang sayang apalagi ? Dia tidak membiarkan kita dideskriminasi dan Dia tidak membiarkan kita menerima perlakukan yang kurang baik dari masyarakat. Dia tidak membiarkan kita disebut TERORIS. Mau menunggu apalagi ? Mati kah ?
“Yang membedakan perempuan muslim dengan perempuan lainnya adalah mereka menggunakan jilbab atau hijab, sedang mereka tidak”

Saya tidak menggurui, sama sekali tidak. Tulisan ini untuk diri saya sendiri, mengingatkan diri saya sendiri, dan mungkin juga teman-teman. Yuk, menjadi lebih baik sama-sama. InsyaAllah bisa.

If u want watch that video : https://www.youtube.com/watch?v=FbWmBUONtFY

Rabu, 18 Mei 2016

Varrel, cah embul



Baiklah, mungkin langsung aja kita mulai tulisan ini. Setelah hampir dua bulan gue gak menjamah blog ini sedikit pun (maafkeun) karna sesuatu dan lain hal, mungkin untuk postingan pertama setelah dua bulan vakum, akan gue persembahkan tulisan ini (bahasanya agak berat) untuk seseorang yang sekarang lagi galau atau sudah tidak lagi tentang kemana ia akan pergi. Entah kenapa tadi malam, saja tiba-tiba gue kengen dengan bocah embul ini. Namanya Varrel, Varrel Vendira. Seorang siswa SMA yang baru lulus berkelakuan bejat, jahat, aneh, gila, freak, stupid, ngeselin, ngangenin, sometime he’s comel banget, sometime he’s so disgusting, wise, mature but childish (ini bikin bingung saya tidak tahu harus mendeskripsikannya bagaimana), great mind, hyperactive and talkactive, bawel, logis dan imajinatif. He has complete character. HAHAHAA.

VARREL VENDIRA, meskipun gue gak tahu makna namanya apaan but he grows with awesome (doa mama sm papa elu manjur tu di nama lo dek). Lahir Agustus tanggal dua puluh berapa gitu (gue lupa) tahun 1999 (kalo gak salah). Kita sama-sama lahir Agustus terpaut jarak dua tahun, gue merasa jadi kakak elu (emang kakak lah oon). Gue cuma ingat SD sma SMA nya doang dimana, SMP nya gue gak tau. Pertemuan kami (ceilah, bahasanya) itu sekitar satu tahun lebih yang lalu saat Olimpiade Sains Biologi (OSB) yang diadain sama program studi gue di kampus, FKIP BIOLOGI UR. Waktu itu gue masih maba, dan Varrel masih satu SMA. Dan sekarang gue udah mau punya adik dua, dan dia udah lulus SMA aja. By the way ni anak ikut program akselerasi di sekolahnya, makanya udah lulus aja (padahal rasanya baru kemaren ketemu. Masih unyu-unyu menjijikan gitu. Dan sekarang my baby boy udah tumbuh menjadi my babi boy *eh) 
SPOILER OF VARREL (ready stock, gan)
 Bocah lulusan SMAN 8 PEKANBARU ini sekarang udah mau jadi anak kuliahan aja. Gue gak bakalan ngucapin selamat buat dia karna dunia kuliah itu kejam bro, gak kaya FTV yang datang kuliah cuma buat pacaran doang. Kuliah itu berat, butuh perjuangan dan pengorbanan, ini gak bisa diungkapkan dengan kata-kata, hanya bisa lu rasain (Baper). Nah, kaya yang gue bilang diawal tadi, adek gue ini lagi galau (mungkin sekarang udah gak lagi) untuk menetapkan pilihan hatinya. Gak galau gimana coba, dia lulus di dua universitas keren dan bagus banget. Yup, Varel lulus di IIUM atau Universitas Antarbangsa Malaysia. Base on his blog yang udah gue preteli barusan, dia lulus di program Bachelor of Human Science in Communication. (WAAAAWW). Dan yang lebih keren lagi, pas SNMPTN kemaren dia juga lulus di Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Gadjah Mada. UGM cuy, siapa yang gak mau ke UGM coba. Dan pas gue tau dia lulus, jujur gue terharu, gue sampai mewek kaya cewek gitu, I’m really proud with him. Gue bersyukur bisa ketemu sama kenal sama ni anak. 

“Kemana pun elu bakalan pergi, Tuhan udah punya rencana yang keren buat elu. You just need to make a choice and do ur maximal effort. Selebihnya, Let God plays his plane for you, Rel”

Gue seneng banget bisa kenal, bisa diskusi juga tentang banyak hal sama dia. Wah, kalo udah ketemu kaya nya gak kehabisan bahan buat ngomong. Mulai dari bahasan yang berbobot sampai ngegunjing orang pun kami lakukan (mwehehehe). Gue bangga sama ni anak. Dia keren. Di umur yang mau 17 tahun aja dia udah punya banyak banget prestasi. Yang gue tahu aja banyak, apalagi yang belum gue tahu, bisa kram jari gue nulisnya disini (hiperbola mode ON). Satu hal lagi, dia bisa menyeimbangkankan antara fakta dan sastra. Like what I write first, dia logis dan imajinatif. Dan itu belum bisa gue seimbangkan. Dia sadar diri kalo dia berada di eksak, mau gak mau dia harus paham eksak, Cuma dia gak kehilanggan feel pas di sastra. Nah gue ?? Menyedihkan sekali. Sampai sekarang, terkadang gue maih mencoba buat melarikan diri dari bayang-bayang eksak, masih berhayal gue bisa pindah jurusan padahal kuliah gue udah setengah jalan. Ah, Put  u must be mature like ur brotha however he’s freak (hahahahh). 

Gue gak tahu mau nulis apa lagi tentang elu dek, yang jelas gue bangga sama elu, gue seneng, gue bahagia bisa kenal sama elu. Tetap lakukan hal-hal yang positif, lakukan hal baru lagi, jangan pernah stagnan di satu titik, jangan cepat puas, lo harus ambisisus dan rakus untuk ilmu, jangan pernah capek buat belajar, jangan pernah lelah bangkit saat elu jatuh, cepaat habiskan jatah gagal elu, maksimalkan 24 jam elu, jangan telat nakal kaya gue, jangan pernah mengecewakan orang yang elu sayang, hidup kita terlampau indah buat meratap hal yang gak seharusnya kita ratapi, lo udah dewasa, jangan sampai elu salah prinsip idup, idealis boleh tapi harus fleksibel. Apa yang gue bilang bukan berarti gue menggurui elu, tapi itu juga nasehat buat diri gue sendiri. Gue selalu tunggu cerita hebat dari elu, gue juga lagi usaha biar bisa juga ngasih cerita hebat ke lu nantinya. Selamat Kuliah Varrel Vendira, give ur best in ur life. 
Bagi yang mau tahu dia gimana, silahkan kunjungi cupofchocolife.blogspot.co.id 

 From Ur Sist
Putri Andini Agustin