Kamis, 25 Februari 2016

PEREMPUAN BAIK



Seseorang pernah mengatakan kurang lebih bunyi nya begini : “Putri, jika seorang perempuan tidak terlampau cantik wajahnya, maka buatlah dirinya cantik dengan sikapnya. Bersikap anggunlah layaknya perempuan. Salah satu caranya adalah dengan menjaga ucapan dan berbicara pada waktu yang diperlukan saja. Tidak perlu mengomentari semua hal”

Kemudian ada juga seseorang yang berujar seperti ini : “Saat disuruh ngomong ya ngomong. Saat gak perlu ngomong ya nggak usah ngomong. Ini nggak, malah kebalikannya yang dilakukan.”

Tahukah siapa yang memberi nasehat seperti itu ? Dua orang dosen yang aku kira sangat peduli kepada ku. Nasehat  pertama itu disampaikan dalam omongan santai, pribadi dan saat ngalor ngidul sore-sore di meja oren tempat biasa aku duduk-duduk bersama teman-teman. Disampaikan oleh seseorang yang aku kira menyenangkan, Bapak Darmadi Ahmad S.Pd, M.Si (aku tulis lengkap, biar beliau senang). Dan nasehat kedua itu aku dapatkan saat sedang kuliah, dalam pembicaraan yang bisa dikatakan resmi sebab sedang belajar matakuliah Bioetnomelayu dan sedang berada di ruang kelas oleh Dr.Suwondo,M.Si. Ada beberapa persamaan yang aku tangkap dari dua nasehat ini. Tentang omongan, pembicaraan, terutama bagi seorang perempuan. Di beberapa postingan ku yang lalu, aku juga sudah pernah menyinggung sedikit mengenai perempuan. Bahkan sampai saat ini, aku pun masih belajar bagaimana menjadi seorang perempuan yang baik, anggun, dan bermartabat serta memang benar-benar mencerminkan diri sebagai seorang perempuan. Terlepas dari suku manakah dia, terlepas dari agama apa yang dia anut. Aku ingin menggambarkan perempuan yang baik secara universal tanpa ikatan apa-apa.

Sebenarnya, dua nasehat ini belum terlalu lama aku dapatkan. Nasehat pertama aku dapatkan beberapa hari sebelum acara Pekan Raya Biologi, dan nasehat kedua aku dapatkan baru hari senin minggu ini. Namun, barusan atau lebih tepatnya beberapa menit yang lalu, ada satu hal yang membuatku ingin mengulas mengenai nasehat ini. Sesuatu hal yang menyentil harga diriku sebagai perempuan, sesuatu hal yang menurutku berbeda dengan pandangannya tentang perempuan “baik”, sesuatu hal yang aku rasa ini perlu untuk dijelaskan lebih. Baiklah, mari kita mulai.

Sudah sangat sering aku katakan bahwa aku bukanlah perempuan baik-baik versi dogma dan norma, tapi aku selalu ingin belajar dan memantaskan diri menjadi seorang perempuan yang baik sesuai dengan agama, norma dan dogma dalam masyarakat. Mengapa aku katakana demikian ? Sebab terlampau banyak aku melakukan hal yang tak pantas bagi seorang perempuan lakukan atau ucapkan (katanya). Aku sering pulang malam, meski tidak terlampau malam atau terkadang malah terlampau larut malam sebab kegiatan kampus bukan huru-hara tak jelas. Namun ibu bilang dan orang-orang bilang, perempuan tidak bagus pulang malam. Aku tahu itu dan aku menerima alasannya, dan sebab itu pula lah aku sudah berjanji pada ibu untuk mengurangi pulang malam karna aku yakin pasti akan masa (lagi) dimana aku akan pulang malam lebih sering lagi, apalagi di semester ini.
Kemudian, aku terlampau sering bergaul dengan laki-laki. Sebagai perempuan yang tidak hidup di zaman Jaka Tarub atau di zaman Sabai Nan Aluih, dimana perempuan memang sangat tabu sekali untuk berteman dengan laki-laki, aku kira ini adalah hal yang lumrah selama dalam batas yang wajar. Untuk perihal ini aku berpatokan teguh pada agama, meskipun pada akhirnya ibu juga sedikit keberatan dengan sikapku ini. Dalam hidupku aku berpikir seperti ini : “Selama dia baik, dia tidak membawa  pengaruh buruk dan menjauhkan aku dari Tuhan, serta dia mampu membantu dan ada disaat aku susah dan senang, itu sudah lebih dari cukup sebagai alasan untuk aku akan menjadikan dia teman dalam pergaulan.” Dan andaikan kalian tahu, apa yang aku pikirkan itu, aku dapatkan saat aku berteman yang kebanyakan dengan laki-laki, tapi ingat aku juga memiliki teman perempuan meski tak sebanyak teman lelaki ku.
Dan aku rasa ini poin terpenting tentang latar belakang aku menulis postingan ini.  Aku : seorang perempuan umur 18 menuju 19 tahun dengan sikap extrovert yang lebih tampak meski sebenarnya aku seorang ambievert dengan kadar dopamine yang agak sedikit berlebihan, tengah kuliah dan memasuki semester 4, hobby membaca dan menulis apa saja. Terutama aku sangat menyukai puisi dan sajak-sajak. Mungkin disini lah permulaan yang aku kira mengapa sebagian besar orang menganggap aku “perempuan yang sedikit bebeda”.
Aku memang menyukai menulis. Bagiku selain Tuhan dan diri ku sendiri, tak ada orang yang benar-benar paham tentang pemikiran dan siapa aku sebenarnya, selain buku dan tulisan. Aku memang sedikit agak lebih berani ketika harus berbicara tentang hal-hal tabu seperti salah satunya mengenai seks atau kekerasan atau tentang cinta seorang perempuan yang sebaiknya disimpan saja, atau kesetaraan gender atau mungkin hal-hal lain. Ya mungkin di zaman sekarang permasalahan yang aku sebutkan tadi memnag tidak terlampau tabu,tapi masih dianggap agak tabu. Aku sebagai perempuan yang belum terlalu dewasa terkadang malah membicarakan mengenai seks seenteng ku saja. Menbiacarakan hal ini tentu dalam kontek pembelajaran bukan tentang “esek-esek udug-udug” dan fantasi aneh tentang seks. Tidak sama sekali.
Contohnya aku senang memilih bacaan yang sebenarnya wajar namun dianggap nyeleneh. Seperti aku pernah membaca buku tentang budak seks saat pemerintahan imperialism Jepang, suatu istilah Jugun Iufun yang aku dapatkan dan menambah wawasan. Tentang bagaimana perempuan-perempuan muda pada zaman itu mengalamai nasib yang tidak terlampau beruntung dibanding kami yang sudah hidup di zaman merdeka meski edan.  Buku yang berjudul MOMOYE, namun ada sebagian yang beranggapan “kamu itu hobby sekali baca yang ada kaitan tentang seks” atau contoh lainnya. Aku sedang membaca novel dengan judul ENTROK atau bahasa umumnya  yang kita kenal adalah BH. Seperti percakapan singkat pagi ini : Judulnya apa Put ? Entrok, ku jawab. Apa tu ? BH, ku jawab singkat. Aku hanya mendapat gelengan kepala dengan senyum kecut dari yang bertanya. Ayolah, jangan nilai sesuatu dari covernya. Isi nya tidak sevulgar itu dan malah mengajari kalian lebih dekat dengan Tuhan dan berbuat baik sesuai norma dan dogma. Atau aku yang membaca kumpulan novel dengan judul PETUALANGAN CELANA DALAM. Ya aku tahu, kebanyakan buku yang aku baca dan yang kalian lihat judulnya memang agak nyeleneh tapi percayalah isi nya jauh lebih bermakna dari novel cinta yang sering sekali kalian baca. Bukan kah ini soal selera ? jadi tolonglah, jangan seolah-olah menghakimi dengan tatapan, senyuman kecut, atau gelengan prihatin tiap kali kalian bertanya tentang apa yang aku baca. Kebetulan saja saat kalian melihat ku membaca, judul yang aku baca agak nyeleneh. Atau mungkin, kalau aku kesal dengan kalian mungkin saja akan ku baca JANGAN MAIN-MAIN DENGAN KELAMINMU di depan kalian saudara-saudara ku. Sekali lagi ini masalah selera, jika kalian suka novel cinta atau buku yang itu-itu saja ya itu selera kalian. Sedang aku malah menyukai sesuatu dengan kiblat lain. Analogi nya, kalian suka ikan bakar aku suka ayam goring. Simple ?
Kemudian, aku akui bahwa aku memang agak kurang waras dan agak kurang sopan dalam menulis sajak atau puisi tapi ini hanya sesekali. Tapi sesekali ini cukup membuat aku dihakimi sebagai seorang sarkasme dan seseorang yang terlampau “berani” dalam menulis. Dan satu hal lagi yang aku dapatkan dari penghakiman : “tidak baik perempuan menulis terlampau berani seperti itu”. Awalnya aku marah dan malah sakit hati. Aku tidak terima dikatakan seperti itu. Masa sebuah karya yang aku ciptakan malah dikata-katai tidak sopan, tidak bermakna, aneh, vulgar, dan binal ? Siapa yang tidak sakit hati kala itu. Namun, setelah aku pelajari lebih jauh, aku tidak sendirian menulis mengenai hal-hal yang masih dianggap tabu. Aku mengenal Djenar Maesa Ayu, aku mengenal Ayu Utami, aku mengenal Pranita Dewi, aku mengenal Seno Gumira Adjidarma, aku mengenal banyak sekali orang-orang yang lebih tidak waras dariku. Dan aku juga menyadari bahwa aku telah memilih kiblatku dalam menulis. Aku memilih kiblat dengan aliran feminism dan aliran sastra wengi. Dan percaya atau tidak, jika kau pernah membaca karyaku yang mungkin saja kalian katakan agak nakal, itu belum seberapa dibanding guru ku di kiblat yang sama ini. Kembali lagi, ini soal selera,ini soal pilihan. Kita tidak berhak menghakimi seseorang atas pilihannya bukan ? Ya, dalam hati pun aku berjanji akan belajar lebih rajin, biar karya yang aku lahirkan dan diksi yang aku gunakan tidak terlampau dipandang dengan mata yang agak disipit-sipitkan itu.
Terakhir, sebagai seorang penulis (seseorang yang sedang senang dan belajar menulis.red) yang jujur dan terbuka serta sedikit gila, aku menulis apa saja dan dalam bentuk apa saja tentang apa yang sedang aku rasakan. Salah satu contohnya adalah tulisan ini. Kutanyakan padamu, dimana letak salahnya saat aku menuliskan perasaan ku ? Atau dimana salahnya jika aku menulis perasaanku di blog lalu mempostingnya dan aku biarkan semua orang membaca nya ? Dimana letak salahnya ? Dan aku kira, apa yang aku tuliskan di blog ini diksinya lebih sopan dan santun ketimbang puisi dan sajak binal (katanya) yang aku tuliskan. Lalu salahnya dimana ? Oh, atau mungkin kau mempermasalahan tentang perasaan ku kepada seorang laki-laki, lalu aku menuliuskannya, dan mengumbarnya ? Begitukah ? Kau menganggap ini sebuah penurunan harga diri perempuan, sebab perempuan yang baik itu kalau memiliki perasaan cukup dipendam dan disimpan saja, bukannya ditulis dan diposting, begitukah ? Setidaknya aku sudah jujur. Mengungkapkan apa yang aku rasakan pada seseorang. Aku kira ini bukan masalah penurunan harga diri seseorang perempuan. Hanya sebuah bentuk kejujuran kepada perasaan bahwa aku sedang menyayangi seseorang. Toh, sebagai perempuan yang normal, setelah mengungkapkan perasaanku kepadanya aku malah menangis dan merasa malu jika harus bertemu dengannya. Sekarang, yang ingin aku tanyakan lagi adalah lebih rendah mana harga diriku, seorang perempuan yang jujur atas perasaannya atau harga diri seorang perempuan yang mau dipegang ini itu oleh seseorang yang belum jadi suaminya ? Secara teori kalian katakan bahwa aku lebih terhormat. Tapi realitanya, kalian malah memandangku sebagi perempuan aneh, terlampau agresif dan tidak punya harga diri sebab menyatakan perasaan ku kepada seorang laki-laki. Tapi kalian malah memaafkan bahkan menganggap lumrah harga diri perempuan yang rela dipegang-pegang ini itu oleh laki-laki yang belum tentu jadi suaminya sebab perempuan itu tidak menyatakan perasaannya tapi menerima perasaan laki-laki. Hal yang wajar bagi seorang perempuan. Menunggu seseorang menyatakan cintanya bukan malah menyatakan cinta nya kepada seseorang.
Terkadang norma dan dogma yang diciptakan malah tidak waras atau akulah yang memang tidak waras. Aku memang bukan perempuan baik tapi aku selalu belajar dan berusaha jadi perempuan baik. Aku memang pulang malam, tapi bukan huru-hara bersama laki-laki sambil pegang sana sentuh sini. Aku memang banyak bergaul dengan laki-laki tapi bukan atas nama birahi, tapi dengan ilmu dan diskusi. Aku memang terlampau blak-balakan tentang sesuatu, terkesan nakal dan binal, tapi bukan kah itu lebih baik daripada aku pura-pura menjadi baik tapi pada kenyataan nya aku malah lebih bejat. Aku memang menulis, tapi aku memilih jalanku sendiri. Aku memilih untuk menyatakan perasaanku bukan aku tidak punya malu atau harga diri, aku hanya mencoba untuk lebih berani dan jujur pada diriku sendiri, meski ku tahu orang lain tak akan peduli dan hanya menganggap aku beralibi tenatang apa yang aku katakan tadi. Lalu kau masih mengatakan aku bukan perempuan baik ? Coba kau lihat ke cermin terlebih dahulu, kemudian kau ingat-ingat apa yang sudah kau lakukan selama ini kepada anak gadis ayahnya. Dan kau masih mengatakan aku perempuan yang kurang baik ? Kalau aku kurang baik, lalu perempuan-perempuan itu bagaimana ? Hahahahahaha.

“Jadilah perempuan baik versi dirimu sendiri, versi norma dan dogma, serta versi agama yang kamu anut. Jika kamu ingin menjadi perempuan baik versi mereka, kamu tak akan bisa. Sebab kamu perlu menjadi baik sebanyak 7.000.000.000 lebih versi”

1 komentar:

Left a comment if you want ^^