Minggu, 01 Januari 2017

Kencan Akhir Tahun dan Selamat Tahun Baru

“Di tahun 2017, saya akan kurus. Ini hal yang penting dan mendesak. Alasannya jelas, saya harus segera bertobat dan menjadi perempuan seutuhnya (entah apa hubungannya). Yang jelas suatu hari nanti di tahun 2017 saya tidak lagi menjadi perempuan dengan banyak lemak. Kemudian saya ingin seminar matakuliah dan seminar proposal terlaksana tahun baru ini. Saya tidak ingin berlama-lama. Kasihan calon jodoh saya jika dibiarkan menunggu terlalu lama. Maklum, sebab saya tahu bahwa menggu tidak seasik itu. Saya ingin, tahun ini proyek bank sampah yang sudah saya canangkan sejak semester lalu dapat terealisasikan segera. Ini program yang baik, dan saya kira ini perlu dieksekusi dengan cepat.
Saya ingin terus menuliskan apa saja dan berharap bisa dimuat meski sekali di halaman surat kabar. Biar beberapa orang yang saya harap tahu mengetahui bahwa saya bisa menulis meski sedikit. Saya juga ingin tambah pintar berbahasa Inggris, mungkin dengan bonus saya bisa ikut program-program yang lebih lagi di luar.  Saya berharap tahun ini saya bisa pergi melancong ke luar Riau beberapa kali, bertemu dengan kawan-kawan yang baru, makanan, dan di tempat yang baru. Mungkin KKN-Kebangsaan salah satu jalannya dan semoga saya Tuhan berkenan. Ini bukanlah harapan saya yang terakhir. Tapi sungguh, saya berharap Tuhan berhasil merayu saya,  sehingga saya menjadi jarang untuk curang dan berselingkuh, terutama dengan perasaan saya yang membuncah itu. Saya berharap saya masih bisa menerima pemakluman dari Tuhan untuk kesekian kali yang tak terhingga banyaknya. Saya cuma ingin bisa menjadi orang yang setia dan tidak mengecewakan.”
***
Tadi malam tanggal 31 Desember, hari terkahir dan malam terakhir di tahun 2016. Malam tadi saya keluar untuk menunaikan rencana “kencan” yang sempat beberapa kali tertunda dan batal. Di Angkringan Pak Bagong, kami membuat janji jam 7 lewat. Pukul 18.55, Bang Boy menanyakan kepastian. Tanpa menunggu lama saya iyakan dan saya langsung berkemas. Sejujurnya, saya masih perempuan yang sama meski sudah mau tahun baru. Saya masih malas berganti baju dan berdandan. Saya cuma mengganti celana boxer yang saya kenakan dengan levis panjang, menggunakan cardigan hitam, dan memoles wajah dengan bedak bayi dan lipstick merah. Untuk perkara lipstick, ini hal penting dan tidak bisa diganggu gugat. Saya selesai berkemas pukul 19.05. Sampai pukul 19.17, saya masih berleha-leha. Pukul 19.18, saya tanya apakah Bang Boy sudah sampai. Saya kira Bang Boy belum sampai, ternyata sudah. Pukul 19.19 saya berangkat dengan motor Astrea saya yang sudah kembali dipelukan saya.
Tidak ada yang berubah sepanjang jalan Soebrantas menuju Agkringan Bagong, selain terdapat penjual terompet di tepi jalan. Jalanan cukup padat tapi belum terlalu sesak, serupa malam minggu yang sudah-sudah. Tetap ada penjual topi, garskin handphone, ayam penyet, nasi goreng, sendal, dan barang-barang yang tetap bisa kita jumpai setiap hari jika lewat disana. Di lampu merah Arengka, masih ada anak-anak kecil yang kerap saya jumpai jika saya berhenti disana. Mereka masih meminta-minta, masih membersihkan kaca mobil dengan kemoceng seadanya, dan masih menangis. Mereka masih sama, masih menaruh harapan yang sama meski besok tahun baru.
Saya sampai di Angkringan Bagong 10 menit kemudian. Sudah ada Bang Boy dan Reky disana. Bang Boy sudah menyantap nasi goreng dan ada segelas cappucino dingin (mungkin). Di hadapan Reky sudah ada dua gorengan dan satu piring sambal serta setengah gelas es jeruk tersisa. Saya beranjak menuju gerobak gorengan, mengambil piring warna merah dan mengambil dua tahu dan satu tempe goreng. Tidak lupa 4 sendok sambal saya letak ditepi piring. Sekalian, saya memesan teh manis dengan sedikit gula.
Saya kembali ke tempat duduk. Sembari menunggu es teh saya datang, saya mendenagrkan banyak sekali obrolan-obran sambil tertawa lepas berkali-kali. Tak lama, es teh saya pun datang. Reky memesan mie rebus dan obrolan kami lanjutkan. Mulai dari dedek- dedek disebelah meja kami, fentung everywhere nya Bibib, taikers, barisan sakit hati, pengalaman makan waktu KKN-nya Bang Boy, dan masih banyak lagi. Satu hal yang paling berkesan dan membuat saya tidak berhenti tertawa adalah cerita tentang Hayati dan Mak Datuak dengan rokok 5000 serta kalengnya. Sekitar 30 menit kemudian, datanglah Bang Dai dengan baju kaus merahnya. Kami pun pindah meja. Reky bilang, Bang Dai butuh sandaran. Obrolan kami lanjutkan dan sampai kepada cerita “abang itu”.  Saya masih terus tertawa karna obrolan-obralan ini. Diselanya, topik tentang “abang itu” masih muncul sesekali. Begitulah mungkin, cerita tentang “abang itu” memang menarik untuk diceritakan tapi tidak untuk dirasakan dan dikenang hal-hal yang menyakitkannya.“Laki-laki sering tidak menyadari cinta yang besar. Tapi jika lelaki memberikan cinta yang besar, perempuan sering jual mahal.” Bang Boy berkata seperti itu. Memang seperti itu adanya kebanyakan. Terasa rumit namun kita lah yang membuatnya semakin rumit. Perkara cinta tidak ada habisnya jika kita bicarakan betul-betul.
Malam kami habiskan dengan kembali tertawa dan bercerita, serta menanti seseorang yang akan datang. Mike namanya. Saya tidak kenal dan belum pernah bertemu sebelumnya dengan perempuan ini. Mike tak kunjung datang, yang ada hanya kawannya dari kawan Bang Boy yang mirip Kevin Vierra. Reky mulai benyanyi begitu pula Bang Boy dan kembali saya tertawa. Hingga pukul 10 kurang, Mike belum juga datang. Saya harus segera pulang jika tidak ingin terkunci (lagi) dari luar. Sebelum pulang saya sempat bertanya perempuan itu apa. Bang Boy bilang : “tulang rusuk yang hidup”, Bang Dai bilang “ perempuan ya perempuan”. Saya kembali tertawa. Sebelum saya berdiri, Bang Boy bilang “Masih banyak lelaki ganteng diluar. Lelaki tidak satu, masih banyak. Jangan sampai bawa perasaan selamanya.” Saya tertawa dan pergi ke kasir membayar makanan.
Di perjalanan pulang, saya masih bertemu dengan anak-anak di lampu merah tadi. Mereka masih meminta-minta, masih membersihkan kaca mobil dengan kemoceng seadanya, dan masih menangis. Mereka masih sama, masih menaruh harapan yang sama meski besok tahun baru dan tidak ada terompet malam ini. Saya teringat dengan resolusi yang saya tuliskan dan pikirkan diawal untuk tahun 2017 ini. Jika saya berharap sebanyak itu, mungkin mereka tidak. Makan yang cukup serta bisa bermain dengan bahagia, mungkin itu resolusi yang sangat mereka harapkan sepanjang hari dan sepanjang tahun. Lampu sudah hijau dan beberapa jam lagi tahun baru. Saya segera bergegas pulang, mengganti levis dengan boxer dan menanti kembang api di atas atap sendirian sambil mengingat-ingat. Barangkali, resolusi tahun 2017  ada baiknya disederhanakan. Intinya adalah saya mesti bisa bersyukur untuk segala hal yang terjadi dalam hidup saya, ada atau tanpa adanya “abang itu”. Selamat Tahun Baru.


Jumat, 25 November 2016

Selamat Hari Guru

Hari ini adalah hari Jumat, tidak ada yang spesial selain Jumat adalah hari yang penuh berkah. Hari ini adalah tahun ketiga saya kuliah. Saya sudah semester lima, dan sebentar lagi semester enam. Waktu terkadang memang terasa singkat sekali. Rasa-rasanya baru beberapa hari yang lalu saya memakai baju putih biru dengan rambut kepang dua dan botol minum yang dikalungkan dileher, tas Barbie warna pink yang dilengkapi roda yang kala itu dibelikan Papa di Jakarta, dan tidak lupa sepatu hitam mengkilap yang disemir dengan Kiwi serta sebuah kertas dengan tulisan “PUTRI” yang ditempel di dasi. Hari pertama saya masuk TK. Sungguh tidak terasa sama sekali, sekarang saya malah sudah jadi perempuan dewasa tanpa seragam dan pandai memakai gincu warna merah.
Saya juga masih ingat ketika saya meakai baju pramuka di hari Sabtu dan maju kedepan sebagai juara 2 saat penerimaan lapor kelas 1 di SD. Saya ingat, saya pernah diusir pulang karna tidak membuat PR MTK, padahal dua hari lagi saya akan pindah sekolah. Saya juga ingat telapak tangan saya kebas saat dipukul rol kayu panjang karna buku saya ketinggalan dan semua orang tidak ada di rumah. Saya juga ingat saat saya kelas 4, dan saya mengikuti upacara bendera di sekolah SD yang baru karna saat lulus program akselerasi. Kala itu, Senin panas sekali dan kami berdiri dibarisan yang paling sedikit jumlah siswanya dalam satu kelas. Saya ingat ketika selepas menerima rapor di sekolah baru, saya kembali ke sekolah lama dan menunjukan hasilnya. Saya ingat kepala saya yang dielus penuh kasih sayang dan setiap 10 ribuan yang saya terima untuk setiap angka 9. Saya ingat, ketika saya membaca seluruh cerpen di buku Bahasa Indonesia dan menelpon seorang perempuan di wartel dengan biaya Rp1.700 saat sore sebelum saya mengaji untuk membacakan puisi tentang kelapa dan tentang perempuan itu. Saya juga ingat ketika saya disuruh menuliskan nama George W Bush, presiden Amerika kala itu yang berkunjung ke Indonesia yang disambut unjuk rasa. Saya ingat sekali, kala itu saya kelas 5 atau kelas 6.
Saya ingat, saat saya memakai baju merah putih dengan topi ulang tahun setinggi 40 cm yang dibuat dari karton dan dilapisi mar-mar hijau. Kami berbaris di lapangan basket SMPN 1 Payakumbuh sebagai siswa baru. Saya ingat ketika saya berbohong kepada guru biologi saya saat SMP kelas 1. Saya mengatakan bahwa saya sudah sholat, padahal sebenarnya belum. Kemudian saya didoakan bala, tapi saya cepat-cepat mengaku. Lalu saya ingat, pada  saat saya masih menangis sesenggukan di kantor majelis guru karna saya tidak lulus seleksi Olimpiade Kimia saat saya kelas 11 SMA. Saya ingat saya pernah diajarkan getaran dan listrik saat saya kelas 12 tapi saya masih remedi untuk UH fisika. Saya ingat saya pernah diusir (lagi) saat pelajaran Biologi saat kelas 12 oleh kepala sekolah karna saya terlambat masuk. Saya ingat ketika saya memeluk seorang perempuan sebelum saya meninggalkan SMA sambil menangis. Belum lama ini saya ingat ketika saya dipeluk dan didengarkan bercerita tentang apa saja saat saya sudah dewasa seperti sekarang. Saya ingat setiap hal yang bermakna dalam hidup saya karena guru-guru saya.
Saya tidak ingat kapan persisnya saya ingin jadi guru. Saat saya belum sekolah saya katakan saya ingin jadi pelukis, karena tetangga saya disebelah rumah dia ingin jadi pelukis. Jangankan melukis, menggambar tanpa unsur abstrak pun saya tidak bisa. Lalu saat saya SD saya katakan saya ingin jadi dokter. Alasannya masih sama, karena tetangga saya disebelah rumah dia ingin jadi dokter. Tidak ada alasan khusus. Tapi guru-guru saya kala itu mendukung saya jadi dokter. Katanya, saya mampu jadi dokter karna saya pintar dan dokter itu banyak duitnya. Tambah yakin saya menjadi dokter saat ditanya ingin jadi apa semasa umur saya belum genap 10 tahun. Saya lulus SD setelah lima tahun memakai baju merah putih di dua sekolah dasar yang berbeda. Kala itu saya masih ingin jadi dokter. Seperti yang saya katakan diawal, saya tidak ingat kapan saya ingin jadi guru dan kenapa ingin jadi guru. Tapi semasa SMP kelas satu, saat saya ditanya ingin jadi apa saya menjawab ingin jadi guru. Tidak ada alasan khusus tapi saya ingin jadi guru, tepatnya jadi guru fisika. Saat saya pertama kali tes wawancara sebelum masuk SMA, jawabannya masih sama saya ingin jadi guru, guru fisika.Fisika kala itu mudah sekali dan saya menyukainya benar-benar. Namun semuanya berubah saat saya mengenal fisika di SMA, terasa mengerikan sekali. Meskipun fisika terasa mengerikan, tapi saya masih tetap bertahan jadi ingin jadi guru, dan saya masih belum menemui alasan khusus kenapa saya ingin jadi guru. Saya mulai menyukai Bahasa Indonesia. Saya mulai menyukai puisi dan saya mulai menulis, meskipun puisi saya kala itu masih sederhana sekali. Saya mulai menyukai cerpen, saya mulai rajin mengunjungi pustaka dan meminjam buku kumpulan cerpen dan puisi. Lalu saya mulai jatuh cinta dengan sejarah, terlebih tentang perjuangan kemerdekaan dan sejaran dunia. Rasanya saya sedang mempelajari hal oenting yang pernah terjadi di dunia
Saat saya kelas 11 ada suatu kejadian yang meneguhkan hati saya untuk menjadi seorang guru dan saya menemukan alasan mengapa saya ingin menjadi guru. Hari itu kami belajar sejarah tentang pendudukan Jepang di Indonesia. Salah seorang teman saya bertanya tentang politik Hako Ichiu kepada mahasiswa PPL kala itu yang didampingi guru sejarah saya. Mahasiswa tersebut hanya diam dan tersenyum. Pertanyaan itu tidak terjawab oleh mahasiswa tersebut dan guru sejarah saya menjelaskannya. Beberapa saat kemudian saat sesi tanya jawab yang berlangsung ringan, saya bertanya kepada mahasiswa PPL tadi : “Pak, kenapa Bapak ingin jadi guru ?” Beliau menjawab bahwa sebenarnya beliau tidak ingin jadi guru. Beliau hanya kuliah di juruusan tersebut karena beliau hanya lulus disana dan jurusan tersebut adalah jurusan pada pilihan ketiga. Dan satu hal yang menyentil hati saya adalah beliau berkata : “Saya terpaksa untuk jadi guru, meskipun saya tidak ingin jadi guru” Guru sejarah saya hanya tersenyum dengan makna yang sangat dalam sekali. Saya terdiam dan saya langsung mengangkat tangan sambil berbicara : “ Jika semua calon guru yang ada hanya sebatas keterpaksaan,berarti generasi penerus bangsa hanya akan diajar oleh orang-orang yang terpaksa bukan oleh orang yang sepenuh hati ingin mengajar. Mau jadi apa anak-anak kita jika gurunya saja sudah terpaksa. Kapan majunya Indonesia” (tentu kata-katanya tidak seperti itu, terlalu dewasa :D) Guru sejarah saya menatap saya sambil tersenyum, mahsiswa PPL tadi memandang saya, senyumnya kecut dan terkesan dipaksakan. Nampak ia tengah menahan diri untuk tidak marah pada siswa kelas 11 yang secara tidak langsung memepermalukan dirinya. Seisi kelas terdiam dan saya dipukul teman saya untuk bisa menjaga omongan.
Sejak hari itu saya menemukan alasan yang kuat kenapa saya ingin jadi guru. Saya menginginkan perubahan. Saya ingin bisa meberi manfaat. Saya ingin memajukan pendidikan dengan segenap kemauan hati saya tanpa paksaan. Mencerdaskan kehidupan dimasa yang akan datang adalah suatu impian yang harus saya wujudkan. Saya juga ingin membuat orang lain ingn jadi guru, kerena guru bisa segala nya. Seperti saat menangis sesenggukan di kantor majelis guru karna saya tidak lulus seleksi Olimpiade Kimia, wali kelas saya menguatkan saya dan mengajarkan saya bahwa tidak setiap hal yang saya inginkan mesti tercapai. Beliau mengajarkan saya ilmu jiwa, beliau mengajarkan saya ilmu kehidupan, bukan sekedar tentang to be dan vocabulary Bahasa Inggris. Miss Erna, I always remember this part in my life. Saya juga ingat ketika seorang perempuan mengajarkan saya percaya pada apa yang saya sukai. Beliau selalu mengajarkan kebahagiaan dalam menghadapi segala meski sebenarnya sulit. Beliau mengajarkan saya untuk tersenyum dalam segala keadaan, beliau mengajarkan saya untuk percaya pada apa yang saya yakini. Sampai sekarang Buk Wenti, saya ingin menjadi “amak” yang lebih hebat dari “amak saya sendiri” suatu hari nanti.
Saat saya SMP, saya diajar untuk jujur. Meski saya harus diancam dengan doa bala terlebih dahulu, perempuan ini berhasil membuat saya tidak pernah meninggalkan Tuhan sekalipun dan menjadikan Tuhan sebagai segalanya. Terimakasih Ibunda Asma Murni. Sejak lulus SMP, saya belum pernah bertemu beliau lagi. Berarti sudah hampir 5 tahun lebih saya tidak bersua beliau. Dan satu hal yang ingin ssaya sampaikan kepada beliau adalah saya berhasil mewujudkan impian beliau yaitu dengan menjadi (calon) guru biologi.
Saya tidak akan seperti sekarang tanpa guru-guru saya semasa saya sekolah dan guru-guru saya di perguruan tinggi. Terimaksih untuk seluruh guru saya di TK Handayani, yang mengajarkan saya huruf dan angka. Guru saya di SDN 04 Sicincin Mudik yang selalu memuji saya. Kepada guru-guru saya di SD 11 Padang Tangah Payobadar, spesial untuk Ibuk Gus yang percaya pada puisi masa kecil saya sehingga saya pun masih percaya pada puisi samapai sekarang. Terimakasih kepada guru-guru saya di SMPN 1 Payakumbuh. Terutama Ibu Asma Murni yang mebuat saya tidak pernah lupa pada Tuhan, Ibuk Nelly Metrina yang membuat saya jatuh cinta oada fisika, pun demikian pada Ibu Mulda Hefti yang cantik dan pintar mengajar fisika. Terimakasih pada guru-guru saya di SMAN 2 Payakumbuh. Spesial untuk Miss El selaku amak cantik saya, Miss Erna yang mengajarkan saya untuk kuat dan lapang dada, untuk Ibuk Wenti yang mengajarkan ilmu berbahagia, terimaksih Pak Manto yang sudah mengajarkan fisika meski daya tidak pernah engerti benar-benar, kepada seluruh guru yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Saya bahagia dan bersyukur Tuhan mempertemukan saya dengan orang-orang yang luar biasa. Saya sudah semestar 5 dan InsyaAllah tidak lama lagi wisuda. Terimaksih atas segala hal yang luar biasa kepada seluruh guru hidup saya, kepada orang-orang yang menginspirasi saya. Spesial untuk Ibu Mariani Natalina Linggasari, terimakasih untuk segalanya. Untuk terus memotivasi dan menginspirasi dan untuk terus mengajarkan ilmu-ilmu baik dalam kehidupan. Semoga sampai kapanpun Ibu selalu dilindungi dan diberkahi Tuhan.
Menjaddi guru bukanlah suatu hal yang tabu, bukan suatu hal yang memalukan, bukanlah suatu hal yang remeh. Tanggung jawab menjadi seorang guru sangatlah besar, sebab maju atau tidaknya suatu peradaban tergantung bagaimana kualitas pendidikannya. Perkembangan daya pikir dan kedewasaan jiwa adalah hal lain yang menajdi tanggung jawab guru. Tidak akan ada orang-orang hebat tanpa ada seseorang yang mengajarkannya. Saya ingin lebih banyak berbagi, saya ingin mengajar, saya ingin mendidik, dan saya ingin beribadah sepanjang hayat dengan menjadi guru. Guru itu spesial. Ia bisa menjadi kawan, sahabat, orang tua, dan orang yang hebat. Guru itu mesti cerdas dan pintar. Guru itu harus selalu mengerti tentang apa yang ia lakukan. Kepada kawan-kawan calon pendidik masa depan, semoga kita bisa menjadi guru yang sebenar-benarnya. Mampu menciptakan generasi yang unggul tanpa cacat laku. Menanamkan ilmu-ilmu luhur dan kebaikan yang tidak habis-habisnya. Semoga saat kita mati suatu hari nanti, selalu ada yang mengenang t ntang apa yang sudah lakukan. Terakhir, guru bukan hanya orang yang berdiri di depan kelas dan memberikan materi pelajaran, namun guru adalah setiap orang yang memberi makna yang lebih dalam hidup kita. Selamat Hari Guru. Teruslah berkarya dan memanjukan kehidupan bangsa.


Minggu, 20 November 2016

DONGENG KANAK-KANAK DAN IBU

Dua minggu sudah terhitung sejak hari itu. Selama itu pula saya belajar banyak hal tentang pengendalian perasaan, emosi, ketegaran, kepura-puraan, bersikap wajar dengan basa-basi, belajar untuk sabar dan mengikhlaskan, dan yang jelas belajar untuk lebih bersikap dewasa atas segala hal yang terjadi. Akhir-akhir ini sepi sekali. Perlahan satu-satu mulai pergi. Perlahan satu-satu mulai meninggalkan. Sejujurnya saya lebih menyukai sepi ketimbang suasana ramai, tapi saya paling tidak suka kesepian. Saya suka sendiri tapi tidak sendirian. Saya sadar setiap hal yang datang pasti akan pergi. Tapi yang saya herankan apakah memang harus selalu demikian ? Termasuk tentang hubungan baik ? Memang, hak setiap orang untuk pergi dan tinggal tapi disamping itu ada juga hak orang lain untuk bertahan dan meminta kejelasan. Saya bisa mengatakan saya baik-baik saja, tapi tidak untuk setiap saat. Kadang saya memang benar baik-baik saja, namun banyak kacaunya, banyak menungnya, banyak resahnya.
Saya jadi teringat dengan pertanyaan saya kepada seseorang penyair perempuan : “ Kak, apa alasan kakak untuk menulis ? Beliau menjawab kira-kira  begini : “Dik, menulis itu membebasakan diri dari kesepian.” Lalu saya juga bertanya kepada seseorang yang lain : “Bang, menurut abang puisi itu apa ?” Katanya : “Puisi itu kejujuran, Put. Disanalah kita bisa jujur terhadap apa saja.” Untuk orang-orang yang bertanya mengapa saya selalu menuliskan apa yang saya rasakan. Saya hanya lelah untuk bercerita kepada manusia. Manusia itu semua nya sama saja, terlampau sering khilaf dan terlampau pandai. Manusia terlampau pandai untuk berpura-pura tulus, berpura-pura peduli dan berpura-pura mencintai. Manusia juga terlampau pandai memberikan kata-kata dan janji. Saya cuma lelah untuk bercerita tentang dongeng-dongeng kepada orang-orang pandai. Apalagi dongeng yang saya ceritakan pada akhirnya cuma dianggap sebagai cerita anak-anak. Ah, mungkin memang benar. Dongeng kurang cocok  untuk orang-orang yang berbicara dengan dan tentang fakta. Dongeng bukan untuk orang dewasa. Dongeng hanya untuk kaum bisa mempercayainya.  Saya seorang pendongeng amatir. Tidak ada yang percaya dongeng yang saya ceritakan selain tiang listrik, jalan raya, aspal, lampu, genangan air setelah hujan, air dalam baskom, langit yang saya pandangi dari atas atap, angin, dan beberapa orang-orang yang mempercayainya. Lagi pula yang paling paham dongeng yang saya ceritakan cuma Tuhan dan tulisan. Maka dari itu mengapa saya senang menulis jika saya sedang ingin bercerita. Saya merasa bebas, saya merasa tidak sendirian, saya tidak kesepian dan saya bisa jujur untuk menceritakan apa saja kepada orang-orang dewasa yang ingin tahu dan sedikit mempercayai cerita-cerita saya.

***
Tadi malam saya menelpon Ibu dan mengatakan bahwa saya sedang patah hati. Ibu bilang patah hati itu hal biasa, tidak usah terlampau dipikirkan. “Belajarlah dari Ibu”, Ibu bilang demikian. Saya malah jadi sedih sendiri. Rasa-rasa nya saya terlampau lemah menjadi perempuan saat saya mengadu patah hati kepada ibu. Ibu selalu tegar, mengapa saya tidak bisa mencoba untuk sedikit tegar ? Ibu selalu kuat, mengapa saya tidak mencoba untuk sedikit lebih kuat ? Saya  sering mengatakan bahwa perempuan harus kuat, tapi kenyataannya malah saya yang tidak bisa untuk kuat. Malu sendiri saya jadinya. Rasa-rasanya saya masih belum bisa dewasa barang sedikit. Sebenarnya saya tidak pernah bercerita kepada Ibu tentang orang itu secara lengkap-lengkap, hanya potongan-potongan cerita yang itu pun tidak banyak. Saya tidak pernah menyebutkan nama orang itu kepada Ibu, tapi adik saya sering meneriaki namanya lengkap saat saya sedang di rumah. Ibu seolah-olah tidak tahu, tapi saya rasa ibu tahu segalanya. Ibu lebih tahu tentang saya tanpa saya sadar. Ibu tidak banyak berkomentar saat saya bilang saya patah hati. Ibu malah bertanya keadaan saya setelah dua minggu lalu saya habis terjatuh. Apakah luka saya sudah sembuh ? Ibu malah menyuruh saya belajar lebih giat, ibu menyuruh saya untuk tidak terlampau boros dalam berbelanja. Ah, Ibu terkadang saya malu sendiri.
Kalau saya boleh bercerita lagi, Ibu membiarkan saya jatuh cinta. Syaratnya cuma satu, saya bisa menjaga diri. Namun ada satu syarat yang tidak Ibu katakan tapi diam-diam Ibu harapkan. Semoga saya tidak merasakan apa yang pernah Ibu rasakan. Saya mengAamiin-i nya. Namun sayangnya, saat ini saya malah merasakan hal yang sama meski dengan keadaan yang jauh lebih ringan. Ah, Ibu saya tahu bagaimana rasanya ternyata. Saat ini saya cuma bisa tersenyum menuliskan hal ini. Tuhan memberikan saya ibu yang kuat sekali lahir batinnya. Saya  rindu kepada Ibu. Saya rindu sekali. Saya rindu makan masakan Ibu, saya rindu dimarahi karna saya cuma menghabiskan seharian penuh untuk duduk di depan laptop dan menonton anime, saya rindu berdebat dengan ibu, saya rindu cerita-cerita ibu, saya rindu saat Ibu menyuruh saya mencabuti ubannya yang sebenarnya tidak seberapa dan saya mencoba mencoba menolaknya dengan berbagai alasan. Ah, saya rindu Ibu. Benar-benar rindu sekali rasanya.

Ibu, saya masih belum benar-benar tegar, tapi setidaknya ada sedikit yang membuat saya lebih membaik setalah saya menelpon ibu tadi malam. Meskpiun saat ini saya masih rindu kepada orang itu, meskipun saya belum bisa baik-baik saja sepanjang hari, meskipun saya masih labil sekali, setidaknya Ibu sudah menyuruh saya untuk lebih kuat sebagai perempuan. Perempuan memang demikian. Ia lebih sering menangis, ia lebih sering resah, ia lebih sering merasa bersalah,  dan ia lebih sering menggunakan perasaan. Saya pernah menanyakan apa yang anda ketahui tentang perempuan. Namun, satu hal yang pasti adalah perempuan itu sebenarnya diciptakan lebih kuat ketimbang lelaki, terlebih mengenai perasaan~

Sabtu, 12 November 2016

MUTUNG

Aku hanya bisa terdiam
Melihat kau pergi dari sisiku
Dari sampingku
Tinggalkan aku seakan semuanya
Yang pernah terjadi
Tak lagi kau rasa
r
Tuan, ceritakanalah kepada saya tentang apa-apa yang engkau ketahui mengenai perempuan dan saya akan mendengarkan sampai usai dan sampai. Kala itu hari Rabu. Satu hari sebelum ibu berumur 45 dan cuaca baik-baik saja. Matahari tidak terlampau terik, juga tidak mendung. Awan bergumul tapi tidak sampai birahi. Agak sedikit kehitam-hitaman memang, hanya saja tidak sampai hujan, setidaknya belum. Tuan, ceritakanlah kepada saya tentang apa-apa yang engkau ketahui mengenai perempuan dan saya akan mendengarkan sampai usai dan sampai. Namun, sebelum engkau bercerita, izinkanlah saya mengisahkan satu kisah lama dan usang. Tidak apa-apa jikalau Tuan bosan. Kebosanan memang fitrah manusia. Kebosanan terhadap hidup, tapi tidak dengan takdir. Kebosanan terhadap nasib, tapi tidak dengan perasaan. Alangkah lebih menyenangkan jika percakapan ini ditemani beberapa bungkus rokok. Saya kira Tuan akan membutuhkannya. Dan juga setumpuk catatan harian tentang sajak-sajak serta buku. Kalau boleh, pesankan saya satu kaleng bir. Orang-orang bilang rasanya nikmat dan bir mampu melawan takdir meski sebentar sekali. Djenar juga bilang, kita bisa memesan bir tapi kita tidak bisa memesan takdir. Tuan, pesankanlah saya satu kaleng bir untuk menahan takdir.
Tak pernah sedikit pun
Aku bayangkan betapa hebatnya
Cinta yang kau tanamkan

Selamat siang. Kira-kira satu setengah tahun. Cukup lama atau cukup singkat kah ? Sepanjang waktu banyak sekali kejadian, peringatan, kebahagiaan, kesedihan, kebingunggan, kehampaan, kehilangan, ketidakjelasan, umpatan, dan kenangan. Saya tidak akan menceritakan, bagian ini terlampau membosankan. Sungguh. Tapi, sebentar Tuan, kita berkenalan kembali belum terlampau lama bukan ? Kita pernah berkenalan sekali lalu berpisah. Beberapa minggu yang lalu kita kembali bertemu dan berkenalan lagi dan mungkin akan berpisah lagi, meski saya sendiri tidak ingin. Ada perubahan pada diri Tuan. Tuan lebih ramah dan lebih romantis ketimbang dulu. Sejujurnya saya suka Tuan yang sekarang, namun saya benci perubahan. Tuan tidak seharusnya berubah. Seperti yang dulu itu saja, sudah. Tidak ada yang perlu dirubah, Tuan. Perubahan hanya untuk kaum bar-bar, dan untuk saya salah satunya. Sebab antara saya dan inlander yang katanya bar-bar tidak terlampau jauh berbeda, khususnya tentang hidup. Saya memnag butuh perubahan seperti yang Tuan katakan diperjumpaan kita yang kedua. Sejujurnya, saya terkejut dengan perubahan Tuan. Saya tidak tahu kenapa Tuan bisa berubah demikian. Saya betul-betul tidak tahu, setidaknya sampai hari Rabu. Saat satu hari sebelum ibu berumur 45 dan cuaca baik-baik saja. Oh Tuan, sungguh saya sudah menduga dari awal. Sisi perempuan saya masih bekerja sebagian dan rusak sebagian. Saya katakan demikian karena apa yang saya duga ternyata benar. Berarti sisi sensitif perempuan saya bekerja. Sayangnya, apa yang saya percaya ternyata salah. Disitu saya merasa keperempuanan saya rusak sebagian. Kalau Tuan ingat, saya pernah bertanya seperti ini. “Tuan, apakah salah jika saya mempercayai suatu hal ?” Tuan katakan tidak. Dan saya pun memepercayai apa yang saya percayai. Nyata-nyata nya perempuan juga bisa salah. Saya hanya terdiam, ketika apa yang saya percayai tidak seperti yang saya percayai. Ah, jancuk !!

Hingga waktu beranjak pergi
Kau mampu hancurkan hatiku


Tuan, ceritakanalah kepada saya tentang apa-apa yang engkau ketahui mengenai perempuan dan saya akan mendengarkan sampai usai dan sampai. Tuan, saya kira anda sangat paham bahwa perempuan senang dibohongi, tapi marah bila tahu ia sedang dibohongi. Saya kurang lebih seperti itu juga. Saya suka dongeng,saya suka cerita. Saya menyukai kebohongan dan hal-hal yang dibuat-buat bila tidak tentang perasaan, Tuan. Jangan potong saya dulu, saya perempuan. Harus didahulukan berbicara. Anda mungkin bertanya mengapa perempuan melulu mambawa perasaan. Hanya sebab satu hal, Tuan. Tuhan menciptakan perempuan lebih jauh kuat ketimbang lelaki, terlebih pada perasaanya. Jangan salahkan pernyataan saya, saya perempuan. Tidak boleh disalahkan apalagi disalah-salahkan. Jawablah, Tuan. Atau saya akan menangis.Tapi tunggu, anda pernah mengatakan bahwa saya tidak boleh cengeng, saya tidak boleh menangis. Saya dilarang menagis diluar pelukan, Tuan. Oh jancukku, pernyataan macam apa itu, sayang ? Saya kira Tuan tidak sadar pernah berkata demikian. Saya berterimaksih karna Tuan selalu berusaha membuat saya tersenyum akhir-akhir ini, meski Tuan berbohong kepada diri Tuan dan kepada saya. Saya tidak marah, Tuan. Saya tidak kecewa. Saya hanya sedikit kesal, mengapa Tuan berbohong, sedang Tuan melarang saya berbohong.
Ada yang hilang dari perasaanku
Yang terlanjur sudah
Kuberikan padamu
Ternyata aku tak berarti tanpamu
Berharap kau tetap di sini
Berharap dan berharap lagi


Tuan, saya hanya salah seorang perempuan yang memiliki perasaan yang berlebih kepada Tuan.  Saya pun tidak pernah merencanakan untuk bertemu Tuan, apalagi sampai memiliki perasaan. Rasa-rasanya saja sudah ampun saya. Dari awal, saya cuma ingin menyampaikan nya saja. Bukan minta balasan. Jangan dibalas, saya belum butuh itu sekarang. Kalau nanti ? Oalah, jalan hidup kita masih panjang. Bisa saja ada orang lain yang membalasnya. Tuhan tahu yang terbaik buat kita. Tuan juga pernah mengatakan hal itu.  Tuan, jangan dibalas, bila tidak ingin. Perasan itu bukan tanah jajahan, ia tidak bisa dipaksa. Perasaan itu sakral, Tuan. Jangan dibongi, jangan dipaksakan, dan jangan dipermainkan perasaan Tuan sendiri. Tuan pernah bertanya kepada saya tentang hal yang saya inginkan dari Tuan. Saya akan menjawabnya sekarang. Saya hanya ingin Tuan bahagia. Tidaka ada selain itu yang saya minta. Tuan, ceritakanalah kepada saya tentang apa-apa yang engkau ketahui mengenai perempuan dan saya akan mendengarkan sampai usai dan sampai.

Sabtu, 05 November 2016

MAAF, PA

Sudah satu bulan saya tidak menulis apa-apa. Banyak hal yang sebenarnya ingin saya tuliskan, namun karena beberapa hal, saya tidak jadi-jadi menulis. Tulisan kali ini saya tujukan kepada Bapak. Sebuah tulisan permintaaan maaf yang seharusnya bukan saya tuliskan, tapi saya sampaikan.
Akhir-akhir ini hidup saya sangat berantakan. Saya tidak pernah tidur dengan terartur, cucian yang menumpuk, kamar yang berantakan, tugas terbengkalai, deadline dimana-dimana, janji-janji yang menguap, sungguh hidup saya jauh dari keteraturan. Pa, saya selalu pulang malam. Saya mengahbiskan setidaknya 12 jam waktu saya, setiap harinya di luar. Saya tidak pernah magrib di rumah. Saya jarang membaca buku pedoman hidup dan parahnya saya tidak terlampau memperdulikan kemesraan dengan Tuhan. Pa, saya kacau. Hari-hari saya terasa begitu-begitu saja. Saya banyak resah dibanding bahagia. Saya tahu penyebabnya karna saya menjauh dari Tuhan. Tapi Pa, mengapa saya harus menjauh dari Tuhan ? Saya tidak tahu alasan pastinya yang jelas saya merasa sangat jauh. Meski, kewajiban saya tetap saya lakukan, tapi banyak hal-hal yang biasanya saya lakukan, malah tidak saya laukakn sama sekali. Untuk hal yang pertama saya sungguh minta maaf, Pa. Saya menjadi perempuan yang jauh dari Tuhan.
Kemaren Oktober. Dan Pa, tahukah engkau bahwa satu hal yang saya kutuki samapai sekarang ? Bahwa saya melewati Oktober tahun ini tanpa cinta sama sekali kepada sajak-sajak. Oktober ini tidak ada puisi, tidak ada pembacaannya. Oktober tahun ini berjalan tanpa peringatan sama sekali. Terkutuklah saya !! Sungguh saya merasa tidak bisa mempertahankan kecintaan saya kepada apa-apa. Oktober tahun ini menguap dan tiba-tiba sudah November. Saya kesal, tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya ingin menangis. Bulan Bahasa yang katanya saya cintai itu, malah tidak saya hiraukan sama sekali. Sibuk kah saya ? Terlampau banyak kah kegiatan saya ? Ada apa dengan saya ? Saya tidak bisa menjelaskan apa-apa. Pa, saya kacau. Saya kacau bahkan rasa-rasanya ampun. Saya tidak mengerti dengan diri saya sendiri dan arah hidup saya selama beberapa waktu terakhir.
Pa, tahun ini berjalan tanpa ada peringatan apa-apa. Saya tidak menjadi siapa-siapa dan saya tidak mengikuti apa-apa. Saya merasa mandul. Tidak bisa menjadi sesuatu yang baru dan saya tidak melahirkan karya-karya. Umur saya semakin tua, tapi saya serasa makin tidak bertanggung jawab atas hidup saya. Saya membiarkan segala yang tidak seharusnya terjadi. Kadang saya tidur, kadang saya bermain-main, kadang saya tidak melakuakn tugas saya. Saya sibuk dengan hal-hal yang tidak jelas. Sungguh rasa-rasanya hidup saya berantakan sekali. Pa, sungguh saya ingin hidup saya teratur dan saya menjadi perempuan yang tdak kacau. Menuliskan beberapa kalimat saja sekarang sudah sulit sekali. Saya tumpul, Pa. Tidak setajam dulu ketika saya tiddak sekacau sekarang. Maafkan saya yang sekarang berantakan.

November, semoga ada hal yang bisa saya berikan. Saya minta maaf, sebab saya kacau dan berantakan. Saya belum bisa memberikan hal-hal baru yang menyenangkan. Saya masih belm bisa dewasa dan belum bisa bertanggung jawab terhadap diri saya sendiri. Saya minta maaf, saya sudah lancang jatuh cinta kepada lelaki sebelum waktu nya. Untuk hal yang terakhir saya sungguh minta maaf, Pa. Saya berjanji menata ulang hidup saya dan merubah segalanya. Pa, tulisan ini buruk dan singkat. Saya tidak puas. Serupa itulah saya sekarang.Pa, bolehkah saya pulang sebentar dan mengatakan keresahan saya lengkap-lengkap ? Saya kira, saya sedang rindu berlebihan. 

Sabtu, 01 Oktober 2016

PEREMPUAN DAN PERASAANNYA YANG KEMBALI



Saya pernah mati rasa sekali dalam hidup saya dan saya harap itu untuk yang pertama dan terakhir dalam hidup saya. Tidak merasakan apapun, membiarkan segala nya berjalan begitu saja. Tidak ada lagi senja yang sendu, malam yang sepi, pagi yang berapi-api dan hujan yang membuncah segala bentuk kenangan dan perasaan yang tumpah ruah. Tidak ada tulisan, tidak ada puisi, tidak ada sajak-sajak. Tidak ada air mata, tidak ada sedu sedan, tidak ada senyum atau tertawa. Pun kalau ada, hanya sebatas luapan emosi sederhana khas kerja otak bagian kanan. Emosi yang menandakan saya masih sebagai manusia yang masih berperasaan meski saya sedang mati rasa. Hari-hari berjalan begitu saja tanpa sesuatu yang dapat dikenang dan dihayati meski sepersekian bagian nya. Banyak hal yang dilewatkan saat bisa dirasakan. Dan sungguh, menjadi perempuan yang tidak berperasaan itu bukanlah hal yang menyenangkan.  
Alasan mengapa saya bisa mati rasa itu sebenarnya sederhana. Karna membiarkan perasaan ini mati secara perlahan atau lebih tepatnya dibunuh secara perlahan dengan cara menikamnya sedikit-sedikit sampai dalam. Tiap kali terkenang, tiap itulah ditikam makin dalam sampai mati. Bahkan saya pernah mencoba setiap saat. Kala hujan rintik-rintik atau hujan lebat sekalipun. Atau saat matahari sedang terik. Atau saat malam, saat saya sedang sendirian dikamar dan segalanya malah terasa makin sepi. Saya juga pernah membicarakan tentang “PANDUAN MEMBUNUH MASA LALU” bersama teman bercerita saya. Teman yang selalu mendengar keluh kesah saya tentang apa saja. Dia merasakan sesuatu yang rumit dengan telaganya sedang saya merasakan hal yang sama dengan seorang lelaki. Kami sama-sama mencoba memahami “PANDUAN MEMBUNUH MASA LALU” dan beberapa waktu sesudahnya bekerja. Kami benar-benar menjadi orang yang mati rasa. Berkelana kemana-mana dan menyibukan diri dengan banyak hal meskipun kadangkala terpaksa dan dipaksa untuk sibuk. Dia beruntung, mendapat dua bulan untuk mengabdi dengan KKN nya. Sedang saya menyedihkan. Setelah berhenti bekerja di pasar, saya melanjutkan menyiar radio. Ini hal yang menyenangkan sekaligus sulit. Saya senang dapat berbicara banyak, menghabiskan seharian dengan duduk di studio dan memainkan lagu-lagu. Dan saya sulit, ketika di beberapa segmen saya harus memutarkan lagu-lagu yang membuat saya harus mengingat dan terkenang makin banyak. Disitu saya harus bertarung. Membunuh dan menikam lebih banyak. Kadang saya menang tapi saya lebih sering kalah. Jika saya kalah saya biasanya hanya terdiam dan tercenung serta membiarkan diri saya dikuasai berbagai macam kenangan yang menghujani sekonyong-konyongnya. Saya tidak menangis, meskipun saya ingin tapi saya sudah tidak bisa menangis sebab perasaan saya hampir mati. Atau saya akan keluar studio sejenak dan duduk memandangi jalan raya. Memandang kendaraan yang lewat sambil mengingat jalan raya di kota ini. Semenjak kejadian itu dan perenungan selama saya liburan saya kelihatan tambah kuat padahal sebenarnya saya lemah. Manusia kuat karna perasaannya sedang saya tidak memilikinya. Saya kuat hanya jarna saya mencoba membunuh dan melupakan segalanya. Membiarkan segala hal, tidak mengingat-ingat dan berpura-pura. Saya sungguh merasa menyedihkan sekali.
Semakin hari, semakin saya sering merenung, saya kira membunuh perasaan bukan hal yang tepat. Saya memang menjadi kuat tapi saya kehilangan banyak hal. Saya kehilangan rasa senang, saya kehilangan rasa sedih, saya kehingan tawa,air mata, senyum, saya kehilangan nafsu dan segala hal. Terlebih saya kehilangan puisi-puisi. Saya benar-benar miskin kala itu dan saya benar-benar sepi dan sendirian. Sejatinya mengembalikan segala hal dan membuatnya bermuara kepada Tuhan adalah jalan yang benar. Saya tak harus menjadi perempuan yang ditinggal mati perasaannya. Saya tidak harus mengahadapi segalanya secara kekanak-kanakan. Saya sudah 19 dan kata orang itu saya tidak boleh lagi cengeng. Saya sudah besar namun saya belum dewasa. Kalau saya mengingat fase ini yang dalam hidup saya, saya merasa saya benar-benar dilakahkan oleh diri saya sendiri.
Beberapa minggu yang lalu banyak hal yang menghidupkan kembali perasaan saya yang sekarat. Tuhan, ibu saya, sahabat-sahabat saya,  kakak saya, terlebih orang itu. Mereka menghidupkan kembali perasaan saya. Menghidupkan perasaan saya , bukan berarti saya kembali serupa perempuan sebelum kematian perasaannya yang melulu sedu sedan karna kenangan. Perasan saya yang hidup kembali mengajarkan banyak hal dalam hidup saya. Saya menjadi kuat dengan perasaan saya bukan karna kematian perasaan saya. Saya bisa menulis kembali dan saya rasa puisi itu benar-benar indah meski perasaan saya baru hidup sepenuhnya. Meskipun puisi yang saya tuliskan belum mampu membawa saya pergi jauh, tapi saya bahagia karna saya bisa menulis kembali dengan perasaan. Sejujurnya puisi itu puisi cinta untuk tuan yang saya tulis dengan sepenuh hati dan perasaan. Menuliskannya begitu menyenangkan karna saya menuliskannya denagn perasaan saya.  Meskipun untuk satu puisi ini saya menghabisakan 7 jam. Sengaja saya menggunakan perempuan sebab saya masih tak ingin berterus terang.
KEPADA PEREMPUAN RUPA RIMBO TUJUH DANAU

Duhai,
Menjemputmu ke rumah panggung dengan,
Langgam Melayu Kampar berkacak
Buat aku sangsi
Terlebih seminggu selepas hari raya
Saat takbir masih menggema
Bersaing dengan deru pompong
Membelah senyap rimba
Aku kecut
Kemudian ciut di Tobu Bajambak
Sebab ada Datuk Mojolelo
Bapak orang Melayu
Serta orang-orang kenyang
Beranak-pinak melahap kapiek, belida, kapa, baung dan
segala yang sudah dimasak
Dan dijujung di atas kepala sama-sama
Padahal aku
Harus mengahadap Datuk Bagindak
Untuk mengatakan
Bahwa gadis Domo ini memiliki keteduhan lebih dari Rimbo Tujuh Danau

Di matanya ketentraman tersadai
Rengas menahun sampai ratusan
Simpur melarat kabur
Dan Beranti,
Tak kunjung dinanti mati
Karet tegak sejajar di alisnya
Karena kelimpahan Tuhan pada getah
Menjadikan Bapaknya
Beranak cantik sekali

Pada kelopaknya
Selindit kejar-mengejar
Serupa sepasang kekasih yang,
Tidak ingin ditinggalkan sendirian
Hidungnya bangir
Dan kita pun mandi di tepian
Balimau dengan air Kampar sampai kasai
Sebelum meminta kerilaan
Kepada orang-orang tua

Dan aku ingin
Menyusuri ceruk bibirmu yang penuh lopak
Aku tak peduli
Meski harus kehabisan darah karena acek keparat
Tetap kususuri jua telaga di bibir itu
Melewati jalan setapak yang panjang dan becek
Sebab kau mengandung
Sempirai dan lukahku yang,
Tiada umpan
Kita beranak ikan-ikan

Duhai,
Kau cantik sekali
Delapan danau selatan
Berpagut pada wajahmu yang selalu memerah saat kusentuh
Tuok Tonga dan Baru
Punya lazuardi ketika siang di dekat bulu matamu
Disebelah atas bibir kananmu
Tahi lalat itu diigalkan Tanjung Putus
Pinang Dalam dan Pinang Luar dipisah kuala
Di belahan dagumu
Saat kita bertatapan
Seketika Rayo, Bunte, dan Tanjung Baling menjadikan
Aku kuyup dan larat
Pada tubuhmu yang tidak mengenal dasar

Duhai,
Ketika kita menunggu
Matahari lingsir di tepi beting Kampar
Kuciptakan mambang dan jimbalang
Agar abadi rupamu
Tak jadi abu yang hangus terbakar

Pekanbaru, 10 September 2016


Terimaksih kepada orang-orang yang menghidupkan perasaan saya kembali. Sungguh saya merasa lebih kuat dari sebelumnya. Terimaksih kepada sahabat-sahabat saya yang setia mendengar keluh kesah saya. Kepada kakak saya, terimakasih mengajarkan banyak hal tentang kasih sayang kepada saya. Saya yakin kita adalah perempuan yang kuat dengan perasaan. Terimakasih kepada Tuan yang menghidupkan perasaan saya di waktu yang tepat saat saya harus menulis puisi untuk lomba meskipun saya belum berhasil. Terimaksih banyak.

Salam Hangat


Putri yang sudah berperasaan

Rabu, 28 September 2016

umpatan menjelang tidur



Kepada lelaki sekaligus kekasih yang tak pernah putus dan sampai. Aku benci tiap kali harus menuliskan puisi tentang patah hati. Berteman sebatas dengan malam dan sunyi. Segala menjadi senyap terlebih ketika aku kembali mengingat-ingat. Setan bertampik, semesta berkacak. Dua gelas tuba dengan semua linting rokok yang masih sama. Asap berhembus, malam tetap menengadah kepada langit yang tumpah. Dengan segala bentuk mantra yang dirapal saban hari, aku masih demikian. Malam ini aku ingin pergi tidur dengan tenang. Tanpa selimut namun dengan remang-remang cahaya lampu memeluk kesedihan yang tidak ditampakan. Kehilangan yang berganti-ganti dan keresahan pada setiap kelopak bunga yang tumbuh masing-masing satu tangkai. Wajahmu masih sama. Sebab itulah aku ingin segera tidur menanggalkan baju merah darah malam ini dengan bau . Aku benci. Setengah mati dan hampir mati. Terlebih perempuan rentan terhjadap hal-hal sensitive yang tidak masuk akal. Dan lelaki. Memang demikian adanya. Semakin bangsat dan aku pergi tidur dengan mengumpat-ngumpat. Semoga saja keselamatan dan kekecewaan tidak bermuara pada arah yang sama. Serupa itulah perempuan merasa kehilangan setelah dirampas yang bukan miliknya hingga sedu sedan tadi, tidak sepadan bagi lekaki. Pukul 0.47 dan puisi ini belum jadi. Perempuan tidak akan semudah itu percaya terlebih kepada lelaki yang amat dia cintai. Pertanyaan semakin menganak. Penjelasan semakin absurd dan tidak diperlukan. Mengatasnamakan kasih sayang, cinta dan perasaan. Perempuan, sampai ringkih pun akan tetap demikian. Absurd, kelam. Dan selamat malam. Semoga saja tidka demikian