GIE
sampaikanlah pada ibuku
aku pulang terlambat waktu
ku akan menaklukkan malam
dengan jalan pikiranku
sampaikanlah pada bapakku
aku mencari jalan atas
semua keresahan-keresahan ini
kegelisahan manusia
aku pulang terlambat waktu
ku akan menaklukkan malam
dengan jalan pikiranku
sampaikanlah pada bapakku
aku mencari jalan atas
semua keresahan-keresahan ini
kegelisahan manusia
retaplah malam yg dingin
reff: tak pernah berhenti berjuang
pecahkan teka-teki malam
tak pernah berhenti berjuang
pecahkan teka-teki keadilan
pecahkan teka-teki malam
tak pernah berhenti berjuang
pecahkan teka-teki keadilan
berbagi waktu dengan alam
kau akan tahu siapa dirimu yg sebenarnya
hakikat manusia
kau akan tahu siapa dirimu yg sebenarnya
hakikat manusia
keadilan, keadilan
akan aku telusuri
jalan yg setapak ini
semoga kutemukan jawaban
jalan yg setapak ini
semoga kutemukan jawaban
jawaban, jawaban, jawaban, oh o
Sebuah
lirik dari OST film karya tangan dingin Riri Riza pada tahun 2005 yang berjudul
GIE yang menceritakan tentang seseorang yang sangat luar biasa dalam sejarah
bangsa ini “SOE HOK GIE”
Mendengarkan
lagu dan mengahayati bait demi bait nya mengingatkan ku tentang apa yang sedang
aku rasakan. Lagu yang pertama kali aku
dengarkan saat sedang dalam diskusi sastra di Madah Poedjangga pada malam
beberapa minggu lalu. Dan tadi malam, aku kembali mendengarkan lagu ini sebab
menonton film dan aku kembali terhanyut
dalam setiap alunan petikan gitar dan lirik yang aku kira sangat nyaman untuk
di dengarkan. Kemudian aku kembali dihujani pikiran-pikiran.
“Apa jadinya jika kita menjadi seorang yang suka
protes terhadap sesuatu hal yang kita anggap salah dan memang salah sedang
orang lain memilih untuk diam dan bungkam ketimbang harus memperpanjang dan
memperumit keadaan ? Apa salah kita mencoba untuk berani bertindak, untuk
berani berbicara, untuk berani menerobos batas untuk sebuah pembaruan yang kita
butuhkan ? Untuk sebuah kehidupan yang lebih layak dan mumpuni, dan untuk
kehidupan yang lebih baik bagi banyak pihak-pihak. Apa salah nya kita berbicara
? Memprotes segala bentuk kesewenang-wenangan, merubah tradisi yang memang tak
seharusnya dipertahankan sebab sudah meyimpang dari dogma dan pemikiran waras
pada zaman yang kita jalani sekarang. Tak ada salahnya jika kita menginginkan
dan melakukan perubahan. Toh, apa yang kita harapkan untuk kepentingan bersama.
Aku merasa seperti menembus rasa takut, aku seperti orang tidak waras yang
lebih memilih mengikuti rasa yang menggebu, dan aku merasa seperti melakukan
hal-hal yang seharusnya tidak aku lakukan”
Seketika,
aku teringat ibuku. Aku ingat ibuku saat tersenyum, saat marah, saat menceramahi
dan mengkhotbahi ku tiap aku aku berbuat salah, saat ia menagis dan aku sangat
ingat percakapan antara aku dan ibu beberapa waktu lalu. Dan aku sedang mencoba
protes pada ibu. Ibu bilang aku tak perlu menajadi “mahasiswa” cukup menjadi
kacung dosen dan kacung bangku kuliah (Bagiku mahasiswa = manusia serba bisa.
Bisa menuntut ilmu, bisa memperoleh nilai yang hampir sempurna jika tidak bisa
sempurna, menjadi seorang pemikir kritis dan penggerak bangsa, serta bagiku
mahasiswa adalah kaum intelek yang bebas dan merdeka selama tidak bertentangan
dengan Tuhan). Tapi bagi ibu aku tak boleh menjadi mahasiswa. Cukup menjadi
seorang gadis ibu yang manis dan gadis ayah yang manja. Sarapan dan minum susu
sebelum kuliah, belajar dan mencatat setiap materi kuliah, pulang dan
mengerjakan tugas-tugas kuliah, tidak keluar malam, hanya bergaul dengan
kalangan beradab meski terkadang biadab, tidak berteman dengan lelaki, menjadi
perempuan dengan pemikiran tidak terlalu liar, serta tidur jam 9 malam dan
tidak lupa mencuci kaki dan menggosok gigi. Gadis manis ibu yang sangat
sempurna bukan ?
Teruntuk
Ibu yang sangat aku cintai. Maaf ibu, aku tak bisa menjadi gadis manis ibu.
Sebab, aku terlanjur mencintai kampus dan sastra. Sebab aku terlanjur sayang
dengan kehidupan diluar rumah, sebab aku terlampau suka mencoba hal-hal yang
terkadang memang kau tak suka ibu, sebab aku sedang mencoba mencari tahu bahwa
aku siapa dan belajar dewasa dengan cara ku sendiri.
Maaf
ibu. Terkadang aku serasa menjadi malin kundang. Ku tampak kan punggung ketika
pergi,berjanji mengikuti aturan main darimu kala aku di luar rumah, kemudian
pamit dan memohon restu serta doa mu agar Tuhan ikut bersamaku, tapi aku malah
menjadi gadis nakal ibu. Aku pulang larut malam sedang kau bilang aku harus
tidur jam 9. Aku jarang sekali makan pagi apalagi meminum susu. Aku bergaul
dengan berbagai kalangan, terkadang malah tak beradab (katanya) tapi mereka tak
sekalipun biadab. Aku malah banyak berteman dengan lelaki meski aku juga
mempunyai banyak sekali teman perempuan meski tak tidak seintim aku dengan
teman lelaki ku. Dan lalu Ibu, pikiran ku terlanjur tumbuh liar dan semakin
liar. Semakin aku belajar, semakin aku banyak tahu, semakin aku mendapatkan pengalaman
baru, pikiran ikut tumbuh bersama keliaran jiwa yang makin menggebu.
Ibu,
aku bukan gadis manis ibu yang sempurna malah banyak cacat cela. Tapi
percayalah Bu, aku selalu menunaikan kewajiban ku untuk belajar dan untuk
pintar. Aku terus belajar dan mencatat setiap materi kuliah meski sesekali aku
malas belajar. Aku selalu mengerjakan tugas-tugas kuliah serta rajin membaca.
Dan yang terpenting Ibu, aku tak pernah memungkiri kewajiban ku kepada Tuhan.
Dan juga Bu, bukan berarti jika aku tidak melakukan apa yang seharusnya gadis
manis ibu lakukan, aku tidak mau menjadi gadis manis ibu. Sekali-kali tidak bu.
Aku akan menjadi gadis manis ibu dengan caraku sendiri. Tepatnya aku kan
menjadi perempuan baik dan perempuan kokoh dan kuat, sekuat hati baja ibu. Aku
ingin dan akan menjadi wanita yang teguh dan kokoh, seteguh hatimu yang tak
pernah berderai meski dihantam badai
berkali-kali. Hatimu tetap utuh, tetap kokoh. Aku ingin menjadi perempuan
sebaik dan sekuat mu Ibu, aku hanya tak ingin berakhir menjadi gadis manis yang
rapuh hati dan jiwanya, sungguh aku tak ingin demikian ibu. Aku menyayangimu,
sungguh menyayangimu.
Sekali
lagi maaf Ibu, aku memang tak bisa menjadi gadis manis sesuai apa yang kita
sepakati beberapa waktu lalu. Dan maaf juga aku memungkiri kesepakatan yang
telah kita buat. Maaf aku pulang larut malam sebab aku belajar melawan gelap
kala malam. Maaf jika pikiran ku menjadi terlampau liar sebab hidup kita juga semakin liar. Maaf aku tak
selalu bergaul tidak dengan orang beradab, agar tak ku temukan biadab. Maaf aku
banyak bergaul dengan lelaki sebab bukan aku tak menjaga diri, hanya saja ku
temukan teman diskusi dan pemikiran yang lebih berarti ketimbang aku hahaha,
hihihihi dengan perempuan yang aku sebutkan tadi. Maaf ibu.
Dan
ibu, meski aku tak jadi gadis manis ibu tapi aku tetap gadis kecil ibu. Aku
membutuhkan peluk, cium, doa, dan restu mu agar Tuhan juga berbuat demikian.
Aku selalu mencintai dan menyayangi mu sepanjang hayat, sepanjang nafas ku
masih berhembus, dan aku akan selalu mencintaimu dengan cinta yang
sebenar-benar cinta. Percayalah Bu, gadis kecil ibu akan berusaha menjadi
perempuan yang baik dan kokoh, sebaik dan sekokoh Ibu. Ibu, aku menyayangi mu
dan izinkan aku membuat mu bahagia dengan cara ku sendiri. Aku mencintaimu ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Left a comment if you want ^^