Jumat, 25 November 2016

Selamat Hari Guru

Hari ini adalah hari Jumat, tidak ada yang spesial selain Jumat adalah hari yang penuh berkah. Hari ini adalah tahun ketiga saya kuliah. Saya sudah semester lima, dan sebentar lagi semester enam. Waktu terkadang memang terasa singkat sekali. Rasa-rasanya baru beberapa hari yang lalu saya memakai baju putih biru dengan rambut kepang dua dan botol minum yang dikalungkan dileher, tas Barbie warna pink yang dilengkapi roda yang kala itu dibelikan Papa di Jakarta, dan tidak lupa sepatu hitam mengkilap yang disemir dengan Kiwi serta sebuah kertas dengan tulisan “PUTRI” yang ditempel di dasi. Hari pertama saya masuk TK. Sungguh tidak terasa sama sekali, sekarang saya malah sudah jadi perempuan dewasa tanpa seragam dan pandai memakai gincu warna merah.
Saya juga masih ingat ketika saya meakai baju pramuka di hari Sabtu dan maju kedepan sebagai juara 2 saat penerimaan lapor kelas 1 di SD. Saya ingat, saya pernah diusir pulang karna tidak membuat PR MTK, padahal dua hari lagi saya akan pindah sekolah. Saya juga ingat telapak tangan saya kebas saat dipukul rol kayu panjang karna buku saya ketinggalan dan semua orang tidak ada di rumah. Saya juga ingat saat saya kelas 4, dan saya mengikuti upacara bendera di sekolah SD yang baru karna saat lulus program akselerasi. Kala itu, Senin panas sekali dan kami berdiri dibarisan yang paling sedikit jumlah siswanya dalam satu kelas. Saya ingat ketika selepas menerima rapor di sekolah baru, saya kembali ke sekolah lama dan menunjukan hasilnya. Saya ingat kepala saya yang dielus penuh kasih sayang dan setiap 10 ribuan yang saya terima untuk setiap angka 9. Saya ingat, ketika saya membaca seluruh cerpen di buku Bahasa Indonesia dan menelpon seorang perempuan di wartel dengan biaya Rp1.700 saat sore sebelum saya mengaji untuk membacakan puisi tentang kelapa dan tentang perempuan itu. Saya juga ingat ketika saya disuruh menuliskan nama George W Bush, presiden Amerika kala itu yang berkunjung ke Indonesia yang disambut unjuk rasa. Saya ingat sekali, kala itu saya kelas 5 atau kelas 6.
Saya ingat, saat saya memakai baju merah putih dengan topi ulang tahun setinggi 40 cm yang dibuat dari karton dan dilapisi mar-mar hijau. Kami berbaris di lapangan basket SMPN 1 Payakumbuh sebagai siswa baru. Saya ingat ketika saya berbohong kepada guru biologi saya saat SMP kelas 1. Saya mengatakan bahwa saya sudah sholat, padahal sebenarnya belum. Kemudian saya didoakan bala, tapi saya cepat-cepat mengaku. Lalu saya ingat, pada  saat saya masih menangis sesenggukan di kantor majelis guru karna saya tidak lulus seleksi Olimpiade Kimia saat saya kelas 11 SMA. Saya ingat saya pernah diajarkan getaran dan listrik saat saya kelas 12 tapi saya masih remedi untuk UH fisika. Saya ingat saya pernah diusir (lagi) saat pelajaran Biologi saat kelas 12 oleh kepala sekolah karna saya terlambat masuk. Saya ingat ketika saya memeluk seorang perempuan sebelum saya meninggalkan SMA sambil menangis. Belum lama ini saya ingat ketika saya dipeluk dan didengarkan bercerita tentang apa saja saat saya sudah dewasa seperti sekarang. Saya ingat setiap hal yang bermakna dalam hidup saya karena guru-guru saya.
Saya tidak ingat kapan persisnya saya ingin jadi guru. Saat saya belum sekolah saya katakan saya ingin jadi pelukis, karena tetangga saya disebelah rumah dia ingin jadi pelukis. Jangankan melukis, menggambar tanpa unsur abstrak pun saya tidak bisa. Lalu saat saya SD saya katakan saya ingin jadi dokter. Alasannya masih sama, karena tetangga saya disebelah rumah dia ingin jadi dokter. Tidak ada alasan khusus. Tapi guru-guru saya kala itu mendukung saya jadi dokter. Katanya, saya mampu jadi dokter karna saya pintar dan dokter itu banyak duitnya. Tambah yakin saya menjadi dokter saat ditanya ingin jadi apa semasa umur saya belum genap 10 tahun. Saya lulus SD setelah lima tahun memakai baju merah putih di dua sekolah dasar yang berbeda. Kala itu saya masih ingin jadi dokter. Seperti yang saya katakan diawal, saya tidak ingat kapan saya ingin jadi guru dan kenapa ingin jadi guru. Tapi semasa SMP kelas satu, saat saya ditanya ingin jadi apa saya menjawab ingin jadi guru. Tidak ada alasan khusus tapi saya ingin jadi guru, tepatnya jadi guru fisika. Saat saya pertama kali tes wawancara sebelum masuk SMA, jawabannya masih sama saya ingin jadi guru, guru fisika.Fisika kala itu mudah sekali dan saya menyukainya benar-benar. Namun semuanya berubah saat saya mengenal fisika di SMA, terasa mengerikan sekali. Meskipun fisika terasa mengerikan, tapi saya masih tetap bertahan jadi ingin jadi guru, dan saya masih belum menemui alasan khusus kenapa saya ingin jadi guru. Saya mulai menyukai Bahasa Indonesia. Saya mulai menyukai puisi dan saya mulai menulis, meskipun puisi saya kala itu masih sederhana sekali. Saya mulai menyukai cerpen, saya mulai rajin mengunjungi pustaka dan meminjam buku kumpulan cerpen dan puisi. Lalu saya mulai jatuh cinta dengan sejarah, terlebih tentang perjuangan kemerdekaan dan sejaran dunia. Rasanya saya sedang mempelajari hal oenting yang pernah terjadi di dunia
Saat saya kelas 11 ada suatu kejadian yang meneguhkan hati saya untuk menjadi seorang guru dan saya menemukan alasan mengapa saya ingin menjadi guru. Hari itu kami belajar sejarah tentang pendudukan Jepang di Indonesia. Salah seorang teman saya bertanya tentang politik Hako Ichiu kepada mahasiswa PPL kala itu yang didampingi guru sejarah saya. Mahasiswa tersebut hanya diam dan tersenyum. Pertanyaan itu tidak terjawab oleh mahasiswa tersebut dan guru sejarah saya menjelaskannya. Beberapa saat kemudian saat sesi tanya jawab yang berlangsung ringan, saya bertanya kepada mahasiswa PPL tadi : “Pak, kenapa Bapak ingin jadi guru ?” Beliau menjawab bahwa sebenarnya beliau tidak ingin jadi guru. Beliau hanya kuliah di juruusan tersebut karena beliau hanya lulus disana dan jurusan tersebut adalah jurusan pada pilihan ketiga. Dan satu hal yang menyentil hati saya adalah beliau berkata : “Saya terpaksa untuk jadi guru, meskipun saya tidak ingin jadi guru” Guru sejarah saya hanya tersenyum dengan makna yang sangat dalam sekali. Saya terdiam dan saya langsung mengangkat tangan sambil berbicara : “ Jika semua calon guru yang ada hanya sebatas keterpaksaan,berarti generasi penerus bangsa hanya akan diajar oleh orang-orang yang terpaksa bukan oleh orang yang sepenuh hati ingin mengajar. Mau jadi apa anak-anak kita jika gurunya saja sudah terpaksa. Kapan majunya Indonesia” (tentu kata-katanya tidak seperti itu, terlalu dewasa :D) Guru sejarah saya menatap saya sambil tersenyum, mahsiswa PPL tadi memandang saya, senyumnya kecut dan terkesan dipaksakan. Nampak ia tengah menahan diri untuk tidak marah pada siswa kelas 11 yang secara tidak langsung memepermalukan dirinya. Seisi kelas terdiam dan saya dipukul teman saya untuk bisa menjaga omongan.
Sejak hari itu saya menemukan alasan yang kuat kenapa saya ingin jadi guru. Saya menginginkan perubahan. Saya ingin bisa meberi manfaat. Saya ingin memajukan pendidikan dengan segenap kemauan hati saya tanpa paksaan. Mencerdaskan kehidupan dimasa yang akan datang adalah suatu impian yang harus saya wujudkan. Saya juga ingin membuat orang lain ingn jadi guru, kerena guru bisa segala nya. Seperti saat menangis sesenggukan di kantor majelis guru karna saya tidak lulus seleksi Olimpiade Kimia, wali kelas saya menguatkan saya dan mengajarkan saya bahwa tidak setiap hal yang saya inginkan mesti tercapai. Beliau mengajarkan saya ilmu jiwa, beliau mengajarkan saya ilmu kehidupan, bukan sekedar tentang to be dan vocabulary Bahasa Inggris. Miss Erna, I always remember this part in my life. Saya juga ingat ketika seorang perempuan mengajarkan saya percaya pada apa yang saya sukai. Beliau selalu mengajarkan kebahagiaan dalam menghadapi segala meski sebenarnya sulit. Beliau mengajarkan saya untuk tersenyum dalam segala keadaan, beliau mengajarkan saya untuk percaya pada apa yang saya yakini. Sampai sekarang Buk Wenti, saya ingin menjadi “amak” yang lebih hebat dari “amak saya sendiri” suatu hari nanti.
Saat saya SMP, saya diajar untuk jujur. Meski saya harus diancam dengan doa bala terlebih dahulu, perempuan ini berhasil membuat saya tidak pernah meninggalkan Tuhan sekalipun dan menjadikan Tuhan sebagai segalanya. Terimakasih Ibunda Asma Murni. Sejak lulus SMP, saya belum pernah bertemu beliau lagi. Berarti sudah hampir 5 tahun lebih saya tidak bersua beliau. Dan satu hal yang ingin ssaya sampaikan kepada beliau adalah saya berhasil mewujudkan impian beliau yaitu dengan menjadi (calon) guru biologi.
Saya tidak akan seperti sekarang tanpa guru-guru saya semasa saya sekolah dan guru-guru saya di perguruan tinggi. Terimaksih untuk seluruh guru saya di TK Handayani, yang mengajarkan saya huruf dan angka. Guru saya di SDN 04 Sicincin Mudik yang selalu memuji saya. Kepada guru-guru saya di SD 11 Padang Tangah Payobadar, spesial untuk Ibuk Gus yang percaya pada puisi masa kecil saya sehingga saya pun masih percaya pada puisi samapai sekarang. Terimakasih kepada guru-guru saya di SMPN 1 Payakumbuh. Terutama Ibu Asma Murni yang mebuat saya tidak pernah lupa pada Tuhan, Ibuk Nelly Metrina yang membuat saya jatuh cinta oada fisika, pun demikian pada Ibu Mulda Hefti yang cantik dan pintar mengajar fisika. Terimakasih pada guru-guru saya di SMAN 2 Payakumbuh. Spesial untuk Miss El selaku amak cantik saya, Miss Erna yang mengajarkan saya untuk kuat dan lapang dada, untuk Ibuk Wenti yang mengajarkan ilmu berbahagia, terimaksih Pak Manto yang sudah mengajarkan fisika meski daya tidak pernah engerti benar-benar, kepada seluruh guru yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Saya bahagia dan bersyukur Tuhan mempertemukan saya dengan orang-orang yang luar biasa. Saya sudah semestar 5 dan InsyaAllah tidak lama lagi wisuda. Terimaksih atas segala hal yang luar biasa kepada seluruh guru hidup saya, kepada orang-orang yang menginspirasi saya. Spesial untuk Ibu Mariani Natalina Linggasari, terimakasih untuk segalanya. Untuk terus memotivasi dan menginspirasi dan untuk terus mengajarkan ilmu-ilmu baik dalam kehidupan. Semoga sampai kapanpun Ibu selalu dilindungi dan diberkahi Tuhan.
Menjaddi guru bukanlah suatu hal yang tabu, bukan suatu hal yang memalukan, bukanlah suatu hal yang remeh. Tanggung jawab menjadi seorang guru sangatlah besar, sebab maju atau tidaknya suatu peradaban tergantung bagaimana kualitas pendidikannya. Perkembangan daya pikir dan kedewasaan jiwa adalah hal lain yang menajdi tanggung jawab guru. Tidak akan ada orang-orang hebat tanpa ada seseorang yang mengajarkannya. Saya ingin lebih banyak berbagi, saya ingin mengajar, saya ingin mendidik, dan saya ingin beribadah sepanjang hayat dengan menjadi guru. Guru itu spesial. Ia bisa menjadi kawan, sahabat, orang tua, dan orang yang hebat. Guru itu mesti cerdas dan pintar. Guru itu harus selalu mengerti tentang apa yang ia lakukan. Kepada kawan-kawan calon pendidik masa depan, semoga kita bisa menjadi guru yang sebenar-benarnya. Mampu menciptakan generasi yang unggul tanpa cacat laku. Menanamkan ilmu-ilmu luhur dan kebaikan yang tidak habis-habisnya. Semoga saat kita mati suatu hari nanti, selalu ada yang mengenang t ntang apa yang sudah lakukan. Terakhir, guru bukan hanya orang yang berdiri di depan kelas dan memberikan materi pelajaran, namun guru adalah setiap orang yang memberi makna yang lebih dalam hidup kita. Selamat Hari Guru. Teruslah berkarya dan memanjukan kehidupan bangsa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Left a comment if you want ^^