Rabu, 28 September 2016

umpatan menjelang tidur



Kepada lelaki sekaligus kekasih yang tak pernah putus dan sampai. Aku benci tiap kali harus menuliskan puisi tentang patah hati. Berteman sebatas dengan malam dan sunyi. Segala menjadi senyap terlebih ketika aku kembali mengingat-ingat. Setan bertampik, semesta berkacak. Dua gelas tuba dengan semua linting rokok yang masih sama. Asap berhembus, malam tetap menengadah kepada langit yang tumpah. Dengan segala bentuk mantra yang dirapal saban hari, aku masih demikian. Malam ini aku ingin pergi tidur dengan tenang. Tanpa selimut namun dengan remang-remang cahaya lampu memeluk kesedihan yang tidak ditampakan. Kehilangan yang berganti-ganti dan keresahan pada setiap kelopak bunga yang tumbuh masing-masing satu tangkai. Wajahmu masih sama. Sebab itulah aku ingin segera tidur menanggalkan baju merah darah malam ini dengan bau . Aku benci. Setengah mati dan hampir mati. Terlebih perempuan rentan terhjadap hal-hal sensitive yang tidak masuk akal. Dan lelaki. Memang demikian adanya. Semakin bangsat dan aku pergi tidur dengan mengumpat-ngumpat. Semoga saja keselamatan dan kekecewaan tidak bermuara pada arah yang sama. Serupa itulah perempuan merasa kehilangan setelah dirampas yang bukan miliknya hingga sedu sedan tadi, tidak sepadan bagi lekaki. Pukul 0.47 dan puisi ini belum jadi. Perempuan tidak akan semudah itu percaya terlebih kepada lelaki yang amat dia cintai. Pertanyaan semakin menganak. Penjelasan semakin absurd dan tidak diperlukan. Mengatasnamakan kasih sayang, cinta dan perasaan. Perempuan, sampai ringkih pun akan tetap demikian. Absurd, kelam. Dan selamat malam. Semoga saja tidka demikian


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Left a comment if you want ^^