umpatan menjelang tidur
Kepada lelaki sekaligus kekasih yang tak pernah
putus dan sampai. Aku benci tiap kali harus menuliskan puisi tentang patah
hati. Berteman sebatas dengan malam dan sunyi. Segala menjadi senyap terlebih
ketika aku kembali mengingat-ingat. Setan bertampik, semesta berkacak. Dua
gelas tuba dengan semua linting rokok yang masih sama. Asap berhembus, malam
tetap menengadah kepada langit yang tumpah. Dengan segala bentuk mantra yang
dirapal saban hari, aku masih demikian.
Malam ini aku ingin pergi tidur dengan tenang. Tanpa selimut namun dengan
remang-remang cahaya lampu memeluk kesedihan yang tidak ditampakan. Kehilangan
yang berganti-ganti dan keresahan pada setiap kelopak bunga yang tumbuh masing-masing
satu tangkai. Wajahmu masih sama. Sebab itulah aku ingin segera tidur menanggalkan
baju merah darah malam ini dengan bau . Aku benci. Setengah mati dan hampir
mati. Terlebih perempuan rentan terhjadap hal-hal sensitive yang tidak masuk
akal. Dan lelaki. Memang demikian adanya. Semakin bangsat dan aku pergi tidur
dengan mengumpat-ngumpat. Semoga saja keselamatan dan kekecewaan tidak bermuara
pada arah yang sama. Serupa itulah perempuan merasa kehilangan setelah dirampas
yang bukan miliknya hingga sedu sedan tadi, tidak sepadan bagi lekaki. Pukul
0.47 dan puisi ini belum jadi. Perempuan tidak akan semudah itu percaya
terlebih kepada lelaki yang amat dia cintai. Pertanyaan semakin menganak.
Penjelasan semakin absurd dan tidak diperlukan. Mengatasnamakan kasih sayang,
cinta dan perasaan. Perempuan, sampai ringkih pun akan tetap demikian. Absurd,
kelam. Dan selamat malam. Semoga saja tidka demikian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Left a comment if you want ^^