Hujan sedang
lebat sekali diluar dan awet. Persis serupa hujan diawal tahun. Yang membedakan
tentu waktu serta perasaan yang dibawanya saat ini. Baiklah, mungkin aku tak
akan mengulang-ulang kisah tentang hujan diawal tahun kemaren. Sudah terlampau
basi dan pasti akan sangat membosankan bila diulang-ulang melulu. Hari ini,
Jumat. Bagi pemeluk agama Islam, hari ini adalah hari yang istimewa dan penuh
berkah. Apalagi dengan adanya hujan sejak tadi malam yang mengguyur Payakumbuh,
Jumat ini tentu makin berkah saja. Awalnya rintik turun malu-malu kemudian
lebat dan sampai detik ini hujan masih konstan dengan kuantitas yang
sedang-sedang saja. Tidak lebat, tidak pula gerimis.
Sangat nikmat
bila pagi Jumat ini dihabiskan dengan bermalas-malasan di tempat tidur.
Berbaring dengan dekapan selimut kemudian melanjutkan mimpi yang belum rampung
tadi malam. Namun, alangkah lebih nikmat lagi bila diisi dengan aktivitas yang
menyenangkan yang sesuai dengan selera masing-masing kepala kita. Bukankah yang
lebih nikmat dari hidup adalah menikmati kehidupan itu sendiri ? Pagi ini aku
memilih menghabiskan pagi Jumat yang tidak cerah ini dengan membaca. Selepas
membersihkan rumah, aku memilih membuat martabak mie dan segelas teh panas
sebagai teman bagi kegiatan membacaku pagi ini
.
NISKALA. Sebuah
novel karya Daniel Mahendra yang sudah aku baca sejak kemaren. Dan aku memilih
menuntaskan membacanya pagi ini sebab cerita yang disuguhkan cukup menarik dan
mengingatkanku pada seseorang dalam kisah lama dan seseorang yang lain.
Sebenarnya novel ini sudah aku beli sejak tahun lalu, namun baru kusentuh
kemaren dan menyelesaikan bacaanku beberapa puluh menit yang lalu. Sambil
menikmati sarapan ternyata ada hal-hal yang sangat menarik dari novel ini. Sungguh, saat pertama kali membaca, aku kira
ini adalah novel yang membosankan dengan kisah roman yang begitu-begitu saja.
Penggunaan majas yang agak sedikit hiperbola dan pemilihan beberapa diksi yang
cenderung lebih banyak muncul dalam keseluruhan kisah novel ini, adalah
beberapa hal yang membuat aku berpikir novel ini akan membosankan. Ternyata
dugaanku tidak benar. Daniel Mahendra menyajikan alur dan cerita yang luar
biasa. Ia mampu mengemas dengan rapi dan menceritakan setiap kisah dengan tidak
terburu-buru. Ia mampu mencari waktu yang tepat dalam menyuguhkan
potongan-potongan kisah kepada pembaca. Terlebih lagi, Daniel Mahendra juga
mengenalkan kosa kata sansekerta dan pengetahuan-pengetahuan baru. Seperti
judul novel dan judul bab-bab dalam novel ini yang keseluruhan menggunakan
bahasa sansekerta.
Niskala merupakan
kosa kata dalam bahasa Indonesia sekaligus bahasa sansekerta yang berarti tidak
berwujud; tidak berbeda; mujarad; abstrak (Bahasa Indonesia) dan berarti tidak
ada halangan; selamat (Sansekerta). Kemudian judul-judul bab dalam novel ini : Pawana
(angin), Sanggita (penjiwaan), Arcapada (dunia, jagat semesta), Ragana
(kasmaran, jatuh cinta), Rencaka (susah, sedih), Kamawedha (ajaran tentang
percintaan), Kawadaka (diketahui rahasianya), Prasapa (amanat, pesan, ajaran),
Arkamaya (sinar,cahaya,praba), Wiwandha (halangan, rintangan, kendala,
masalah), Pranama (purnama), Wisapaha (penawar bisa), Nirwikara (tak berubah,
tabah, berani), Bisuwa (sesaji), Nilawarsa (hujan bercampur angin),
Wresthipatha (hujan lebat), Wilapa (syair sedih, syair keluhan), Duhkitawara
(kata-kata atau syair tentang duka cita), dan Wasana (akhir, penutup,
penghabisan), memberikan kekayaan lebih pada wawasan pembaca. Lalu lewat novel
ini aku pun mengenal pengetahuan tentang keyakiann dan hubungan dengan Tuhan.
Seperti agnostik, yaitu paham dimana seseorang yang beranggapan bahwa
keberadaan Tuhan tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia. Berbeda
dengan atheis, agnostik mempercayai keberadaan Tuhan namun tidak melalukan
ibadah atau ritual agama tertentu. Penganut paham agnostik, tetap berdoa dan bersyukur dengan caranya
sendiri serta menjalani hidup sebaik-baiknya. Aku baru tahu ternyata paham
seperti ini dinamakan agnostik. Kemudian, aku juga baru tahu ternyata ada
beberapa orang yang meyakini Islam Sahitya. Apa lagi ini ? Tentang Islam
Sahitya aku pun belum membaca literatur tentang hal ini sehingga aku belum
mampu menuliskannya. Juga ada penganut keyakinan Islam Wettu Tellu yang
merupakan sinkretisme Hindu-Islam. Keterangan nya masih sangat sedikit sekali
namun aku sunnguh ingin tahu tentang kedua keyakinan ini. Well, ternyata
Indonesia memang sekaya-kayanya dalam hal apapun termasuk agama. Daniel secara
tidak langsung juga ingin membangunkan serta mengajak batin kita berkomunikasi
perihal keyakinan kita terhadap sang Maha segala.
Selain
pengetahuan tentang keyakinan, pengetahuan popular seperti wisata Indonesia dan
dunia juga coba dikenalkan Daniel lewat novel
ini. Daniel mengulas alam Indonesia
dan dunia lengkap dengan data-data konkret seperti luas, tinggi, sejarah
dan akses menuju tempat tersebut dengan bahasa yang ringan dan tidak
membosankan. Seperti saat ia mengulas tentang Tibet, Machu Pichu, Gunung
Rinjani dan kawan-kawannya, Kawah Putih dan wisata ala Bandung, dan
tempat-tempat menakjubkan lainnya. Daniel seolah ingin menyadarkan pembaca
bahwa Indonesia itu indah sekali bahkan menakjubkan. Tuhan menitipkan surga
pada kita. Keindahan langka yang tidak akan kita dapatkan dimanapun di belahan
bumi lain selain Indonesia. Secara tersirat, bagi diriku pribadi filsafat dan
hubungan kepada Tuhan ingin segera kuperdalam setelah membaca novel ini. Kisah dalam Niskala luar biasa dan komplit
dengan porsi yang pas pada setiap elemen yang disuguhkan. Cinta, keyakinan,
perjalanan, keteguhan hati, dan pengetahuan diramu dalam komposisi yang pas dan
tidak berlebihan. Ini novel yang baik.
Terlepas dari
semua itu, seperti yang aku utarakan diawal ada cerita lain yang dibawa hujan
bersama kisah dalam novel ini. Sebuah kisah tentang dua orang. Seseorang yang
ada dalam kisah lama dan seseorang lain yang belum mampu untuk terdefinisikan.
Klise memang, mengingat seseorang kala hujan dan selepas membaca roman dalam
novel. Namun, terlepas dari itu ada satu hal yang aku sadari. Cerita dalam
kisah ini seperti menarikku untuk kembali refleksi diri, meniadakan keegoisan,
mawas diri, dan menyuruhku untuk berpikir ulang tentang perasaan dan kasih
sayang serta cinta. Konsekuensi atas pengutaraan perasaan kepada seseorang,
tanggung jawab tentang tindakan yang sudah dilakuakn, komitmen, dan hubungan. Semua
hal tersebut menuntutku untuk berpikir ulang dan refleksi dengan tindakan yang
sudah dilakukan. Pendewasaan memnag butuh proses bukan ? Terlebih lagi ketika
umur akan menjemput angka 19, ada beberapa hal yang harus dimatangkan lebih.
Aku kira itu adalah pematangan pikiran dan perasaan.
Sebelum itu,
ada yang ingin aku ceritakan. Aku jatuh cinta pada umur 17 dan mengutarakan
perasaanku tanpa berpikir panjang saat akan menginjak umur 18. Labil pasti,
juga teman mengatakan bahwa ini cuma perasaan sesaat yang nanti bakal menguap.
Paska pengutaraan dan sepanjang
perjalanan di usia 18 banyak sekali
cerita yang terjadi. Apalagi perihal perasaan yang sudah dinyatakan, secara
tidak langsung mutlak bukan urusan masing-masing lagi. Ini saling berkaitan
antara si pengutara dengan orang yang diutarakan. Sepanjang cerita-cerita itu
muncul banyak sekali kelabilan, keegoisan dan prasangka-pransangka yang kadang
bermuara pada ketidaknyamanan yang diciptakan khas orang-orang yang belum
dewasa. Terlebih saat perkara terakhir yang terjadi akhir Mei lalu.
Well, ada
pendewasaan diri yang terjadi sepanjang tahun lalu dan tahun ini. Diakhir usia
18 menuju 19 ini ada satu kesadaran yang muncul, ada mawas diri yang harus
lebih sering dilakukan. Kalimat “Kita bertengkar, bukan berpisah” dalam novel, yang
setidaknya membuat ada hal yang aku sadari. Meski aku berkoar seolah-olah kita
berpisah, padahal sebenarnya ini tidak jelas sama sekali dan belumbisa
disimpulkan. Dan pendewasaan diri memang harus ditingkatkan. Dan lagi, ada satu
pesan yang langsung aku kirimkan kepada teman
selepas membaca kalimat itu :
“Bung, saya menyadari satu hal.
Saya memang mencintai dia. Tapi bukan serta merta kami harus menjalani
keseharian seperti sepasang kekasih bukan ? Tak melulu harus bertukar kabar.
Dia cerita yang hidup dalam sajak dan puisi saya. Secara tidak lanngsung dia
adalah alasan saya. Saya pasti akan berhenti kesetanan untuk menuntut dia
berprilaku seperti kekasih saya sesungguhnya. Tapi saya tidak akan berhenti
mencintai dia. Seperti telaga kepunyaan anda yang selalu melepas dahaga dan
memberi kesejukan yang teduh bagi hari-hari anda. Serupa itu pula dia bagi
saya. Dia memberi cerita lain dan kisah yang baru dalam hidup saya. Dan Bung, ternyata
mencintai seseorang memang punya kebahagiaan tersendiri dan tidak bercampur
dengan kebahgiaan lainnya”
Cinta dan kasih
sayang itu sakral. Tidak ada pemaksaan tidak ada keterpaksaan. Cinta itu adalah
kebahagiaan tersendiri. Itu yang aku sadari hari ini. Meski hanya berupa
penjabaran dalam tiga kalimat, sesungguh ada makna yang lebih dalam dibaliknya.
Hidup memang butuh pendewasaan. Pada kisah yang satu lagi, saya tak ingin
banyak berkomentar sebab saya belum mampu memberi definisi yang pasti. Namun
kalimat yang membuat saya ingat kepada orang ini adalah “ Peminum kopi itu
pemikir. Sementara peminum teh itu romantis”. Kemudian cerita dalam novel
tentang ekspedisi, perjalanan, pendakian gunung, buku-buku dan penulis membuatku
teringat saja kepada seseorang pecandu rokok dan kopi, serta yang membuatku
tadi malam tanpa berpikir menghubunginya. Sekali lagi, aku cuma teringat
saja.Terakhir, terimaksih pada roman NISKALA dan pemikiran yang timbul
sesudahnya. Ini menyenangkan dan mendewasakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Left a comment if you want ^^