Sabtu, 09 Juli 2016

PEREMPUAN DAN PASAR




              Setelah bekerja sepuluh hari menjelang lebaran, ada beberapa hal yang ingin saya tuliskan. Sepuluh hari mungkin waktu yang sebentar dalam mengobservasi suatu kejadian tapi mari kita coba tuliskan apa yang sudah  saya coba amati. Pasar. Adalah tempat berkumpulnya semua golongan dan kalangan dalam memenuhi kebutuhan. Maklum, Payakumbuh masih kota kecil jadi kami belum punya pusat perbelanjaaan modern seperti mall. Ada plaza, hanya saja sebagai masyarakat yang belum terlalu suka bergaya modern dalam berbelanja, pasar adalah satu-satunya sentral dalam transaksi jual beli segala kebutuhan. Pasar Payakumbuh sudah ada sejak tahun 1920-an, terdiri dari dua blok. Blok Barat dan Blok Timur. Kebetulan saya saat itu menjadi karyawan disalah satu toko jilbab di Blok Barat. Blok Barat cenderung menjual pakaian, jilbab, aksesoris, tas, buku, dan kelontong. Blok Barat banyak mengalami perubahan. Sedangkan di blok timur yang bersebelahan dengan terminal belum terlalu banyak berubah, masih dan bentuknya hampir sama saat pertama kali saya  ke pasar. Masih dengan deretan toko mas, toko kue, dan toko harian, toko tikar, dan toko buku tua langganan saya.Dan juga toko baju meski tidak sebanyak dan selengkap di blok barat. Selama sepuluh hari banyak sekali kejadian dan pelajaran yang mampu memberi makna lebih dalam kehidupan. Arti kata berjuang,keluarga, kebersamaan, tolong menolong, usaha, jual beli, tenggang rasa, lelah, uang, mengahargai, dll. Terlampau banyak pengajaran dari Tuhan dari kejadian-kejadian di pasar.
              Saya akui mencari uang itu sulit sangat sulit dan pahit. Meski dua tahun sebelumnya saya juga sudah mulai bekerja, namun saya kira tahun ini saya mendapat arti lebih tentang uang. Uang atau upah yang saya terima tidak sebatas angaka-angka. Ada beberapa perasaan yang ikut disana, perasaan senang dan bahagia dengan teman kerja, hubungan dengan induk semang, keceriaan dengan tetangga kios, dan kesan dengan beragam pembeli. Upah yang besar tidak menjamin kebahagiaaan kerja. Justru saya kira kenyamanan dan kebahagiaan saat bekerja jauh lebih berharga dibanding segalanya. Kelakar, canda, tawa disela kesibuakan jual beli adalah bonus yang tak ternilai disamping upah yang saya terima. Tidak besar memang. Rp 30.000/hari dan saya bekerja kurang lebih 10 jam. Dimulai dari membuka kios jilbab, melayani pembeli, meyusun barang, belanja kebutuhan kios sampai menutup kios dan buka lagi keesokan harinya. Terlebih empat hari menjelang lebaran. Saya harus lembur sapai jam 9 atau jam 10 malam, dan di malam takbiran saya mesti berjualan sampai setengah dua belas malam. Dan saat saya menerima upah pada malam takbiran, saya bahagia sekali. Rp. 400.000,- selama sepuluh hari dan ditambah bonus Rp 100.000,-. Tuhan, ini menyenangkan. Kata Ibu uang itu buat saya saja. Tapi sebagai wujud sayang yang tidak seberapa, saya belikan ibu sebuah bros untuk lebaran. Warna perak dengan motif dedaunan dengan permata. Sisanya akan saya gunakan untuk les bahasa Jepang.
            Kembali ke pasar. Setelah saya sedikit paham tentang upah dan uang, saya kira saya ingin menuliskan tentang perempuan dan pasar. Hampir 85% tenaga kerja di pasar adalah perempuan. Mulai dari karyawan, boss, pembeli sampai penjaga wc mayoritas adalah perempuan. Selama seharian penuh saya di pasar, saya hanya sesekali menjumpai lelaki. Saya tidak tahu mengapa, mungkin salah satu penyebabnya adalah jumlah kaum kami yang memang 4 kali lipat lebih banyak ketimbang kaum lelaki. Perempuan dan pasar. Bukan kehidupan yang lembut, bukan kondisi yang menyenangkan. Selama hampir seharian penuh perempuan-perempuan ini harus harus berbelanja kebutuhan kios ke Bukitttinggi, berdesak-desakan, berangkat dari Shubuh dan dilanjutkan melayani pembeli. Ada juga yang sepanjang hari harus duduk di mesin jahit. Menjahit kain pesananan pelanggan. Ada juga yang harus membeli kebutuhan rumah. Membeli baju, pakaian dalam, sepatu anak, buku, lauk pauk, dan segala hal yang diperlukan. Ada juga yang harus menjaga wc. Ada yang harus mengumpulkan karton bekas dan sampah-sampah untuk diganti menjadi lembar rupiah. Ada pula yang meminta-minta. Dan semua hal yang saya sebutkan tadi dilakuakn oleh perempuan-perempuan yang berhasil saya amati selama di pasar. Disamping hal-hal tadi, perempuan-perempuan ini juga harus menjaga rumah. Beruntung bagi yang muda-muda. Yang belum punya anak dan suami, seperti saya salah satunya. Tentu, selepas dari pasar bisa langsung pulang dan mandi serta berbuka puasa dengan lahap dan beristirahat. Sedang bagi perempuan yang punya keluarga, harus memikirkan lauk untuk berbuka, anak, suami, dan segala hal.
              Lelah bekerja pasti. Contoh nya saja ibu saya.Tapi Ibu saya sebagai buruh kue bawang yang harus berangkat selepas Shubuh dengan mengayuh sepeda, kemudian mulai membuat kue. Dari menipiskan adonan, mencetak sampai menggoreng, berdiang api, berpanas-panas saat hari sudah mulai tinggi. Belum lagi kesibukan di rumah yang harus diselesaikan menjelang berangkat kerja. Mempersiapkan makan sahur, menyuci pakaian, dan mencuci piring, Ibu bilang, saya cukup membantu menjemur dan membersihkan halaman, menyapu rumah, dan member makan ayam dan itik sebelum berangkat kerja. Kata ibu, biar saya tidak kedinginan. Ibu, saya memang belum tangguh sama sekali. Kemudian, contoh lain yang membuat saya terdiam adalah saat iboss saya bercerita bahwa anak nya tadi malam berulah dan dimarahi ayahnya, saat itu anak nya menangis dan berkata : “Ma, ambil libur lah lagi”.
           Well, perempuan memang harus kuat-kuat terlebih dalam perasaan. Siapa yang tak terdiam dan hening mendengar anak berucap seperti itu. Saya hanya tersenyum. Dalam hari saya membatin “Menjadi perempuan itu sulit dan tidak mudah. Ada kehidupan yang lain yang bergantung pada kita apalagi setelah berkeluarga.  Tapi menjadi perempuan itu juga nikmat yang paling indah. Sebab pada perempuan lah kemuliaan dilimpahkan.” Perempuan memang survivor sejati. Tidak memiliki kekuatan seperti lelaki, tidak terlampau kuat, tapi beban dan tanggung jawab diambil begitu besar. Mengurus anak, mengurus suami, mengurus rumah, mepertimbangkan segala hal agar berjalan lancar, terlebih di abad 21 saat emansipasi sudah lama berlaku, peran wanita dalam kehidupan bertambah. Tak jarang perempuan merangkap menjadi tulang punggung sekaligus tulang rusuk. Menopang kehidupan sekaligus melindungi. Saya kira Tuhan benar-benar menciptkan perempuan itu istimewa sekali. Dengan fisik yang tidak terlalu kuat, tenaga yang tidak terlampau memadai, Tuhan menciptakan perempuan dengan kekuatan perasaan yang lebih. Perasaan sayang dan cinta pada keluarga, perasaan yang kuat untuk penghidupan yang lebih layak, perasaan yang kuat untuk bertahan, menjadikan keterbatasan pada kekuatan fisik bisa ditangguhkan. Perempuan memang kuat dalam perasaan. Air mata yang kadang tumpah saya kira malah menambah kekuatannya.Bukan berarti tulisan ini saya mengatakan bahwa perempuan lebih daripada lelaki. Tentu tidak, perempuan masih dan sangat membutuhkan lelaki. Hanya saja saya ingin mengatakan bahwa ternyata perempuan memiliki kekuatan yang lebih yaitu perasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Left a comment if you want ^^