Minggu, 01 Januari 2017

Kencan Akhir Tahun dan Selamat Tahun Baru

“Di tahun 2017, saya akan kurus. Ini hal yang penting dan mendesak. Alasannya jelas, saya harus segera bertobat dan menjadi perempuan seutuhnya (entah apa hubungannya). Yang jelas suatu hari nanti di tahun 2017 saya tidak lagi menjadi perempuan dengan banyak lemak. Kemudian saya ingin seminar matakuliah dan seminar proposal terlaksana tahun baru ini. Saya tidak ingin berlama-lama. Kasihan calon jodoh saya jika dibiarkan menunggu terlalu lama. Maklum, sebab saya tahu bahwa menggu tidak seasik itu. Saya ingin, tahun ini proyek bank sampah yang sudah saya canangkan sejak semester lalu dapat terealisasikan segera. Ini program yang baik, dan saya kira ini perlu dieksekusi dengan cepat.
Saya ingin terus menuliskan apa saja dan berharap bisa dimuat meski sekali di halaman surat kabar. Biar beberapa orang yang saya harap tahu mengetahui bahwa saya bisa menulis meski sedikit. Saya juga ingin tambah pintar berbahasa Inggris, mungkin dengan bonus saya bisa ikut program-program yang lebih lagi di luar.  Saya berharap tahun ini saya bisa pergi melancong ke luar Riau beberapa kali, bertemu dengan kawan-kawan yang baru, makanan, dan di tempat yang baru. Mungkin KKN-Kebangsaan salah satu jalannya dan semoga saya Tuhan berkenan. Ini bukanlah harapan saya yang terakhir. Tapi sungguh, saya berharap Tuhan berhasil merayu saya,  sehingga saya menjadi jarang untuk curang dan berselingkuh, terutama dengan perasaan saya yang membuncah itu. Saya berharap saya masih bisa menerima pemakluman dari Tuhan untuk kesekian kali yang tak terhingga banyaknya. Saya cuma ingin bisa menjadi orang yang setia dan tidak mengecewakan.”
***
Tadi malam tanggal 31 Desember, hari terkahir dan malam terakhir di tahun 2016. Malam tadi saya keluar untuk menunaikan rencana “kencan” yang sempat beberapa kali tertunda dan batal. Di Angkringan Pak Bagong, kami membuat janji jam 7 lewat. Pukul 18.55, Bang Boy menanyakan kepastian. Tanpa menunggu lama saya iyakan dan saya langsung berkemas. Sejujurnya, saya masih perempuan yang sama meski sudah mau tahun baru. Saya masih malas berganti baju dan berdandan. Saya cuma mengganti celana boxer yang saya kenakan dengan levis panjang, menggunakan cardigan hitam, dan memoles wajah dengan bedak bayi dan lipstick merah. Untuk perkara lipstick, ini hal penting dan tidak bisa diganggu gugat. Saya selesai berkemas pukul 19.05. Sampai pukul 19.17, saya masih berleha-leha. Pukul 19.18, saya tanya apakah Bang Boy sudah sampai. Saya kira Bang Boy belum sampai, ternyata sudah. Pukul 19.19 saya berangkat dengan motor Astrea saya yang sudah kembali dipelukan saya.
Tidak ada yang berubah sepanjang jalan Soebrantas menuju Agkringan Bagong, selain terdapat penjual terompet di tepi jalan. Jalanan cukup padat tapi belum terlalu sesak, serupa malam minggu yang sudah-sudah. Tetap ada penjual topi, garskin handphone, ayam penyet, nasi goreng, sendal, dan barang-barang yang tetap bisa kita jumpai setiap hari jika lewat disana. Di lampu merah Arengka, masih ada anak-anak kecil yang kerap saya jumpai jika saya berhenti disana. Mereka masih meminta-minta, masih membersihkan kaca mobil dengan kemoceng seadanya, dan masih menangis. Mereka masih sama, masih menaruh harapan yang sama meski besok tahun baru.
Saya sampai di Angkringan Bagong 10 menit kemudian. Sudah ada Bang Boy dan Reky disana. Bang Boy sudah menyantap nasi goreng dan ada segelas cappucino dingin (mungkin). Di hadapan Reky sudah ada dua gorengan dan satu piring sambal serta setengah gelas es jeruk tersisa. Saya beranjak menuju gerobak gorengan, mengambil piring warna merah dan mengambil dua tahu dan satu tempe goreng. Tidak lupa 4 sendok sambal saya letak ditepi piring. Sekalian, saya memesan teh manis dengan sedikit gula.
Saya kembali ke tempat duduk. Sembari menunggu es teh saya datang, saya mendenagrkan banyak sekali obrolan-obran sambil tertawa lepas berkali-kali. Tak lama, es teh saya pun datang. Reky memesan mie rebus dan obrolan kami lanjutkan. Mulai dari dedek- dedek disebelah meja kami, fentung everywhere nya Bibib, taikers, barisan sakit hati, pengalaman makan waktu KKN-nya Bang Boy, dan masih banyak lagi. Satu hal yang paling berkesan dan membuat saya tidak berhenti tertawa adalah cerita tentang Hayati dan Mak Datuak dengan rokok 5000 serta kalengnya. Sekitar 30 menit kemudian, datanglah Bang Dai dengan baju kaus merahnya. Kami pun pindah meja. Reky bilang, Bang Dai butuh sandaran. Obrolan kami lanjutkan dan sampai kepada cerita “abang itu”.  Saya masih terus tertawa karna obrolan-obralan ini. Diselanya, topik tentang “abang itu” masih muncul sesekali. Begitulah mungkin, cerita tentang “abang itu” memang menarik untuk diceritakan tapi tidak untuk dirasakan dan dikenang hal-hal yang menyakitkannya.“Laki-laki sering tidak menyadari cinta yang besar. Tapi jika lelaki memberikan cinta yang besar, perempuan sering jual mahal.” Bang Boy berkata seperti itu. Memang seperti itu adanya kebanyakan. Terasa rumit namun kita lah yang membuatnya semakin rumit. Perkara cinta tidak ada habisnya jika kita bicarakan betul-betul.
Malam kami habiskan dengan kembali tertawa dan bercerita, serta menanti seseorang yang akan datang. Mike namanya. Saya tidak kenal dan belum pernah bertemu sebelumnya dengan perempuan ini. Mike tak kunjung datang, yang ada hanya kawannya dari kawan Bang Boy yang mirip Kevin Vierra. Reky mulai benyanyi begitu pula Bang Boy dan kembali saya tertawa. Hingga pukul 10 kurang, Mike belum juga datang. Saya harus segera pulang jika tidak ingin terkunci (lagi) dari luar. Sebelum pulang saya sempat bertanya perempuan itu apa. Bang Boy bilang : “tulang rusuk yang hidup”, Bang Dai bilang “ perempuan ya perempuan”. Saya kembali tertawa. Sebelum saya berdiri, Bang Boy bilang “Masih banyak lelaki ganteng diluar. Lelaki tidak satu, masih banyak. Jangan sampai bawa perasaan selamanya.” Saya tertawa dan pergi ke kasir membayar makanan.
Di perjalanan pulang, saya masih bertemu dengan anak-anak di lampu merah tadi. Mereka masih meminta-minta, masih membersihkan kaca mobil dengan kemoceng seadanya, dan masih menangis. Mereka masih sama, masih menaruh harapan yang sama meski besok tahun baru dan tidak ada terompet malam ini. Saya teringat dengan resolusi yang saya tuliskan dan pikirkan diawal untuk tahun 2017 ini. Jika saya berharap sebanyak itu, mungkin mereka tidak. Makan yang cukup serta bisa bermain dengan bahagia, mungkin itu resolusi yang sangat mereka harapkan sepanjang hari dan sepanjang tahun. Lampu sudah hijau dan beberapa jam lagi tahun baru. Saya segera bergegas pulang, mengganti levis dengan boxer dan menanti kembang api di atas atap sendirian sambil mengingat-ingat. Barangkali, resolusi tahun 2017  ada baiknya disederhanakan. Intinya adalah saya mesti bisa bersyukur untuk segala hal yang terjadi dalam hidup saya, ada atau tanpa adanya “abang itu”. Selamat Tahun Baru.