Hari ini adalah hari
Jumat, tidak ada yang spesial selain Jumat adalah hari yang penuh berkah. Hari
ini adalah tahun ketiga saya kuliah. Saya sudah semester lima, dan sebentar
lagi semester enam. Waktu terkadang memang terasa singkat sekali. Rasa-rasanya
baru beberapa hari yang lalu saya memakai baju putih biru dengan rambut kepang
dua dan botol minum yang dikalungkan dileher, tas Barbie warna pink yang
dilengkapi roda yang kala itu dibelikan Papa di Jakarta, dan tidak lupa sepatu
hitam mengkilap yang disemir dengan Kiwi serta sebuah kertas dengan tulisan
“PUTRI” yang ditempel di dasi. Hari pertama saya masuk TK. Sungguh tidak terasa
sama sekali, sekarang saya malah sudah jadi perempuan dewasa tanpa seragam dan
pandai memakai gincu warna merah.
Saya juga masih
ingat ketika saya meakai baju pramuka di hari Sabtu dan maju kedepan sebagai
juara 2 saat penerimaan lapor kelas 1 di SD. Saya ingat, saya pernah diusir
pulang karna tidak membuat PR MTK, padahal dua hari lagi saya akan pindah
sekolah. Saya juga ingat telapak tangan saya kebas saat dipukul rol kayu
panjang karna buku saya ketinggalan dan semua orang tidak ada di rumah. Saya
juga ingat saat saya kelas 4, dan saya mengikuti upacara bendera di sekolah SD
yang baru karna saat lulus program akselerasi. Kala itu, Senin panas sekali dan
kami berdiri dibarisan yang paling sedikit jumlah siswanya dalam satu kelas. Saya
ingat ketika selepas menerima rapor di sekolah baru, saya kembali ke sekolah
lama dan menunjukan hasilnya. Saya ingat kepala saya yang dielus penuh kasih
sayang dan setiap 10 ribuan yang saya terima untuk setiap angka 9. Saya ingat,
ketika saya membaca seluruh cerpen di buku Bahasa Indonesia dan menelpon
seorang perempuan di wartel dengan biaya Rp1.700 saat sore sebelum saya mengaji
untuk membacakan puisi tentang kelapa dan tentang perempuan itu. Saya juga
ingat ketika saya disuruh menuliskan nama George W Bush, presiden Amerika kala
itu yang berkunjung ke Indonesia yang disambut unjuk rasa. Saya ingat sekali,
kala itu saya kelas 5 atau kelas 6.
Saya ingat, saat
saya memakai baju merah putih dengan topi ulang tahun setinggi 40 cm yang
dibuat dari karton dan dilapisi mar-mar hijau. Kami berbaris di lapangan basket
SMPN 1 Payakumbuh sebagai siswa baru. Saya ingat ketika saya berbohong kepada
guru biologi saya saat SMP kelas 1. Saya mengatakan bahwa saya sudah sholat,
padahal sebenarnya belum. Kemudian saya didoakan bala, tapi saya cepat-cepat
mengaku. Lalu saya ingat, pada saat saya
masih menangis sesenggukan di kantor majelis guru karna saya tidak lulus seleksi
Olimpiade Kimia saat saya kelas 11 SMA. Saya ingat saya pernah diajarkan
getaran dan listrik saat saya kelas 12 tapi saya masih remedi untuk UH fisika.
Saya ingat saya pernah diusir (lagi) saat pelajaran Biologi saat kelas 12 oleh
kepala sekolah karna saya terlambat masuk. Saya ingat ketika saya memeluk
seorang perempuan sebelum saya meninggalkan SMA sambil menangis. Belum lama ini
saya ingat ketika saya dipeluk dan didengarkan bercerita tentang apa saja saat
saya sudah dewasa seperti sekarang. Saya ingat setiap hal yang bermakna dalam
hidup saya karena guru-guru saya.
Saya tidak ingat
kapan persisnya saya ingin jadi guru. Saat saya belum sekolah saya katakan saya
ingin jadi pelukis, karena tetangga saya disebelah rumah dia ingin jadi
pelukis. Jangankan melukis, menggambar tanpa unsur abstrak pun saya tidak bisa.
Lalu saat saya SD saya katakan saya ingin jadi dokter. Alasannya masih sama,
karena tetangga saya disebelah rumah dia ingin jadi dokter. Tidak ada alasan
khusus. Tapi guru-guru saya kala itu mendukung saya jadi dokter. Katanya, saya
mampu jadi dokter karna saya pintar dan dokter itu banyak duitnya. Tambah yakin
saya menjadi dokter saat ditanya ingin jadi apa semasa umur saya belum genap 10
tahun. Saya lulus SD setelah lima tahun memakai baju merah putih di dua sekolah
dasar yang berbeda. Kala itu saya masih ingin jadi dokter. Seperti yang saya
katakan diawal, saya tidak ingat kapan saya ingin jadi guru dan kenapa ingin
jadi guru. Tapi semasa SMP kelas satu, saat saya ditanya ingin jadi apa saya
menjawab ingin jadi guru. Tidak ada alasan khusus tapi saya ingin jadi guru, tepatnya
jadi guru fisika. Saat saya pertama kali tes wawancara sebelum masuk SMA, jawabannya
masih sama saya ingin jadi guru, guru fisika.Fisika kala itu mudah sekali dan
saya menyukainya benar-benar. Namun semuanya berubah saat saya mengenal fisika
di SMA, terasa mengerikan sekali. Meskipun fisika terasa mengerikan, tapi saya
masih tetap bertahan jadi ingin jadi guru, dan saya masih belum menemui alasan
khusus kenapa saya ingin jadi guru. Saya mulai menyukai Bahasa Indonesia. Saya
mulai menyukai puisi dan saya mulai menulis, meskipun puisi saya kala itu masih
sederhana sekali. Saya mulai menyukai cerpen, saya mulai rajin mengunjungi
pustaka dan meminjam buku kumpulan cerpen dan puisi. Lalu saya mulai jatuh
cinta dengan sejarah, terlebih tentang perjuangan kemerdekaan dan sejaran
dunia. Rasanya saya sedang mempelajari hal oenting yang pernah terjadi di dunia
Saat saya kelas 11
ada suatu kejadian yang meneguhkan hati saya untuk menjadi seorang guru dan
saya menemukan alasan mengapa saya ingin menjadi guru. Hari itu kami belajar
sejarah tentang pendudukan Jepang di Indonesia. Salah seorang teman saya
bertanya tentang politik Hako Ichiu kepada mahasiswa PPL kala itu yang
didampingi guru sejarah saya. Mahasiswa tersebut hanya diam dan tersenyum.
Pertanyaan itu tidak terjawab oleh mahasiswa tersebut dan guru sejarah saya
menjelaskannya. Beberapa saat kemudian saat sesi tanya jawab yang berlangsung
ringan, saya bertanya kepada mahasiswa PPL tadi : “Pak, kenapa Bapak ingin jadi
guru ?” Beliau menjawab bahwa sebenarnya beliau tidak ingin jadi guru. Beliau
hanya kuliah di juruusan tersebut karena beliau hanya lulus disana dan jurusan
tersebut adalah jurusan pada pilihan ketiga. Dan satu hal yang menyentil hati
saya adalah beliau berkata : “Saya terpaksa untuk jadi guru, meskipun saya
tidak ingin jadi guru” Guru sejarah saya hanya tersenyum dengan makna yang
sangat dalam sekali. Saya terdiam dan saya langsung mengangkat tangan sambil
berbicara : “ Jika semua calon guru yang ada hanya sebatas keterpaksaan,berarti
generasi penerus bangsa hanya akan diajar oleh orang-orang yang terpaksa bukan
oleh orang yang sepenuh hati ingin mengajar. Mau jadi apa anak-anak kita jika
gurunya saja sudah terpaksa. Kapan majunya Indonesia” (tentu kata-katanya tidak
seperti itu, terlalu dewasa :D) Guru sejarah saya menatap saya sambil
tersenyum, mahsiswa PPL tadi memandang saya, senyumnya kecut dan terkesan
dipaksakan. Nampak ia tengah menahan diri untuk tidak marah pada siswa kelas 11
yang secara tidak langsung memepermalukan dirinya. Seisi kelas terdiam dan saya
dipukul teman saya untuk bisa menjaga omongan.
Sejak hari itu saya
menemukan alasan yang kuat kenapa saya ingin jadi guru. Saya menginginkan
perubahan. Saya ingin bisa meberi manfaat. Saya ingin memajukan pendidikan
dengan segenap kemauan hati saya tanpa paksaan. Mencerdaskan kehidupan dimasa
yang akan datang adalah suatu impian yang harus saya wujudkan. Saya juga ingin
membuat orang lain ingn jadi guru, kerena guru bisa segala nya. Seperti saat
menangis sesenggukan di kantor majelis guru karna saya tidak lulus seleksi
Olimpiade Kimia, wali kelas saya menguatkan saya dan mengajarkan saya bahwa
tidak setiap hal yang saya inginkan mesti tercapai. Beliau mengajarkan saya
ilmu jiwa, beliau mengajarkan saya ilmu kehidupan, bukan sekedar tentang to be
dan vocabulary Bahasa Inggris. Miss Erna, I always remember this part in my
life. Saya juga ingat ketika seorang perempuan mengajarkan saya percaya pada
apa yang saya sukai. Beliau selalu mengajarkan kebahagiaan dalam menghadapi
segala meski sebenarnya sulit. Beliau mengajarkan saya untuk tersenyum dalam
segala keadaan, beliau mengajarkan saya untuk percaya pada apa yang saya
yakini. Sampai sekarang Buk Wenti, saya ingin menjadi “amak” yang lebih hebat
dari “amak saya sendiri” suatu hari nanti.
Saat saya SMP, saya
diajar untuk jujur. Meski saya harus diancam dengan doa bala terlebih dahulu,
perempuan ini berhasil membuat saya tidak pernah meninggalkan Tuhan sekalipun
dan menjadikan Tuhan sebagai segalanya. Terimakasih Ibunda Asma Murni. Sejak
lulus SMP, saya belum pernah bertemu beliau lagi. Berarti sudah hampir 5 tahun
lebih saya tidak bersua beliau. Dan satu hal yang ingin ssaya sampaikan kepada
beliau adalah saya berhasil mewujudkan impian beliau yaitu dengan menjadi (calon)
guru biologi.
Saya tidak akan
seperti sekarang tanpa guru-guru saya semasa saya sekolah dan guru-guru saya di
perguruan tinggi. Terimaksih untuk seluruh guru saya di TK Handayani, yang mengajarkan
saya huruf dan angka. Guru saya di SDN 04 Sicincin Mudik yang selalu memuji
saya. Kepada guru-guru saya di SD 11 Padang Tangah Payobadar, spesial untuk
Ibuk Gus yang percaya pada puisi masa kecil saya sehingga saya pun masih percaya
pada puisi samapai sekarang. Terimakasih kepada guru-guru saya di SMPN 1
Payakumbuh. Terutama Ibu Asma Murni yang mebuat saya tidak pernah lupa pada
Tuhan, Ibuk Nelly Metrina yang membuat saya jatuh cinta oada fisika, pun
demikian pada Ibu Mulda Hefti yang cantik dan pintar mengajar fisika.
Terimakasih pada guru-guru saya di SMAN 2 Payakumbuh. Spesial untuk Miss El
selaku amak cantik saya, Miss Erna yang mengajarkan saya untuk kuat dan lapang
dada, untuk Ibuk Wenti yang mengajarkan ilmu berbahagia, terimaksih Pak Manto
yang sudah mengajarkan fisika meski daya tidak pernah engerti benar-benar,
kepada seluruh guru yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Saya bahagia
dan bersyukur Tuhan mempertemukan saya dengan orang-orang yang luar biasa. Saya
sudah semestar 5 dan InsyaAllah tidak lama lagi wisuda. Terimaksih atas segala
hal yang luar biasa kepada seluruh guru hidup saya, kepada orang-orang yang
menginspirasi saya. Spesial untuk Ibu Mariani Natalina Linggasari, terimakasih
untuk segalanya. Untuk terus memotivasi dan menginspirasi dan untuk terus mengajarkan
ilmu-ilmu baik dalam kehidupan. Semoga sampai kapanpun Ibu selalu dilindungi
dan diberkahi Tuhan.
Menjaddi guru
bukanlah suatu hal yang tabu, bukan suatu hal yang memalukan, bukanlah suatu
hal yang remeh. Tanggung jawab menjadi seorang guru sangatlah besar, sebab maju
atau tidaknya suatu peradaban tergantung bagaimana kualitas pendidikannya.
Perkembangan daya pikir dan kedewasaan jiwa adalah hal lain yang menajdi
tanggung jawab guru. Tidak akan ada orang-orang hebat tanpa ada seseorang yang
mengajarkannya. Saya ingin lebih banyak berbagi, saya ingin mengajar, saya
ingin mendidik, dan saya ingin beribadah sepanjang hayat dengan menjadi guru.
Guru itu spesial. Ia bisa menjadi kawan, sahabat, orang tua, dan orang yang
hebat. Guru itu mesti cerdas dan pintar. Guru itu harus selalu mengerti tentang
apa yang ia lakukan. Kepada kawan-kawan calon pendidik masa depan, semoga kita
bisa menjadi guru yang sebenar-benarnya. Mampu menciptakan generasi yang unggul
tanpa cacat laku. Menanamkan ilmu-ilmu luhur dan kebaikan yang tidak
habis-habisnya. Semoga saat kita mati suatu hari nanti, selalu ada yang
mengenang t ntang apa yang sudah lakukan. Terakhir, guru bukan hanya orang yang
berdiri di depan kelas dan memberikan materi pelajaran, namun guru adalah
setiap orang yang memberi makna yang lebih dalam hidup kita. Selamat Hari Guru.
Teruslah berkarya dan memanjukan kehidupan bangsa.