Jumat, 15 Juli 2016

NISKALA

Hujan sedang lebat sekali diluar dan awet. Persis serupa hujan diawal tahun. Yang membedakan tentu waktu serta perasaan yang dibawanya saat ini. Baiklah, mungkin aku tak akan mengulang-ulang kisah tentang hujan diawal tahun kemaren. Sudah terlampau basi dan pasti akan sangat membosankan bila diulang-ulang melulu. Hari ini, Jumat. Bagi pemeluk agama Islam, hari ini adalah hari yang istimewa dan penuh berkah. Apalagi dengan adanya hujan sejak tadi malam yang mengguyur Payakumbuh, Jumat ini tentu makin berkah saja. Awalnya rintik turun malu-malu kemudian lebat dan sampai detik ini hujan masih konstan dengan kuantitas yang sedang-sedang saja. Tidak lebat, tidak pula gerimis.
Sangat nikmat bila pagi Jumat ini dihabiskan dengan bermalas-malasan di tempat tidur. Berbaring dengan dekapan selimut kemudian melanjutkan mimpi yang belum rampung tadi malam. Namun, alangkah lebih nikmat lagi bila diisi dengan aktivitas yang menyenangkan yang sesuai dengan selera masing-masing kepala kita. Bukankah yang lebih nikmat dari hidup adalah menikmati kehidupan itu sendiri ? Pagi ini aku memilih menghabiskan pagi Jumat yang tidak cerah ini dengan membaca. Selepas membersihkan rumah, aku memilih membuat martabak mie dan segelas teh panas sebagai teman bagi kegiatan membacaku pagi ini

.
NISKALA. Sebuah novel karya Daniel Mahendra yang sudah aku baca sejak kemaren. Dan aku memilih menuntaskan membacanya pagi ini sebab cerita yang disuguhkan cukup menarik dan mengingatkanku pada seseorang dalam kisah lama dan seseorang yang lain. Sebenarnya novel ini sudah aku beli sejak tahun lalu, namun baru kusentuh kemaren dan menyelesaikan bacaanku beberapa puluh menit yang lalu. Sambil menikmati sarapan ternyata ada hal-hal yang sangat menarik dari novel ini.  Sungguh, saat pertama kali membaca, aku kira ini adalah novel yang membosankan dengan kisah roman yang begitu-begitu saja. Penggunaan majas yang agak sedikit hiperbola dan pemilihan beberapa diksi yang cenderung lebih banyak muncul dalam keseluruhan kisah novel ini, adalah beberapa hal yang membuat aku berpikir novel ini akan membosankan. Ternyata dugaanku tidak benar. Daniel Mahendra menyajikan alur dan cerita yang luar biasa. Ia mampu mengemas dengan rapi dan menceritakan setiap kisah dengan tidak terburu-buru. Ia mampu mencari waktu yang tepat dalam menyuguhkan potongan-potongan kisah kepada pembaca. Terlebih lagi, Daniel Mahendra juga mengenalkan kosa kata sansekerta dan pengetahuan-pengetahuan baru. Seperti judul novel dan judul bab-bab dalam novel ini yang keseluruhan menggunakan bahasa sansekerta.
Niskala merupakan kosa kata dalam bahasa Indonesia sekaligus bahasa sansekerta yang berarti tidak berwujud; tidak berbeda; mujarad; abstrak (Bahasa Indonesia) dan berarti tidak ada halangan; selamat (Sansekerta). Kemudian judul-judul bab dalam novel ini : Pawana (angin), Sanggita (penjiwaan), Arcapada (dunia, jagat semesta), Ragana (kasmaran, jatuh cinta), Rencaka (susah, sedih), Kamawedha (ajaran tentang percintaan), Kawadaka (diketahui rahasianya), Prasapa (amanat, pesan, ajaran), Arkamaya (sinar,cahaya,praba), Wiwandha (halangan, rintangan, kendala, masalah), Pranama (purnama), Wisapaha (penawar bisa), Nirwikara (tak berubah, tabah, berani), Bisuwa (sesaji), Nilawarsa (hujan bercampur angin), Wresthipatha (hujan lebat), Wilapa (syair sedih, syair keluhan), Duhkitawara (kata-kata atau syair tentang duka cita), dan Wasana (akhir, penutup, penghabisan), memberikan kekayaan lebih pada wawasan pembaca. Lalu lewat novel ini aku pun mengenal pengetahuan tentang keyakiann dan hubungan dengan Tuhan. Seperti agnostik, yaitu paham dimana seseorang yang beranggapan bahwa keberadaan Tuhan tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia. Berbeda dengan atheis, agnostik mempercayai keberadaan Tuhan namun tidak melalukan ibadah atau ritual agama tertentu. Penganut paham agnostik,  tetap berdoa dan bersyukur dengan caranya sendiri serta menjalani hidup sebaik-baiknya. Aku baru tahu ternyata paham seperti ini dinamakan agnostik. Kemudian, aku juga baru tahu ternyata ada beberapa orang yang meyakini Islam Sahitya. Apa lagi ini ? Tentang Islam Sahitya aku pun belum membaca literatur tentang hal ini sehingga aku belum mampu menuliskannya. Juga ada penganut keyakinan Islam Wettu Tellu yang merupakan sinkretisme Hindu-Islam. Keterangan nya masih sangat sedikit sekali namun aku sunnguh ingin tahu tentang kedua keyakinan ini. Well, ternyata Indonesia memang sekaya-kayanya dalam hal apapun termasuk agama. Daniel secara tidak langsung juga ingin membangunkan serta mengajak batin kita berkomunikasi perihal keyakinan kita terhadap sang Maha segala.
Selain pengetahuan tentang keyakinan, pengetahuan popular seperti wisata Indonesia dan dunia juga coba dikenalkan Daniel lewat novel  ini. Daniel mengulas alam Indonesia  dan dunia lengkap dengan data-data konkret seperti luas, tinggi, sejarah dan akses menuju tempat tersebut dengan bahasa yang ringan dan tidak membosankan. Seperti saat ia mengulas tentang Tibet, Machu Pichu, Gunung Rinjani dan kawan-kawannya, Kawah Putih dan wisata ala Bandung, dan tempat-tempat menakjubkan lainnya. Daniel seolah ingin menyadarkan pembaca bahwa Indonesia itu indah sekali bahkan menakjubkan. Tuhan menitipkan surga pada kita. Keindahan langka yang tidak akan kita dapatkan dimanapun di belahan bumi lain selain Indonesia. Secara tersirat, bagi diriku pribadi filsafat dan hubungan kepada Tuhan ingin segera kuperdalam setelah membaca novel ini.  Kisah dalam Niskala luar biasa dan komplit dengan porsi yang pas pada setiap elemen yang disuguhkan. Cinta, keyakinan, perjalanan, keteguhan hati, dan pengetahuan diramu dalam komposisi yang pas dan tidak berlebihan. Ini novel yang baik.
Terlepas dari semua itu, seperti yang aku utarakan diawal ada cerita lain yang dibawa hujan bersama kisah dalam novel ini. Sebuah kisah tentang dua orang. Seseorang yang ada dalam kisah lama dan seseorang lain yang belum mampu untuk terdefinisikan. Klise memang, mengingat seseorang kala hujan dan selepas membaca roman dalam novel. Namun, terlepas dari itu ada satu hal yang aku sadari. Cerita dalam kisah ini seperti menarikku untuk kembali refleksi diri, meniadakan keegoisan, mawas diri, dan menyuruhku untuk berpikir ulang tentang perasaan dan kasih sayang serta cinta. Konsekuensi atas pengutaraan perasaan kepada seseorang, tanggung jawab tentang tindakan yang sudah dilakuakn, komitmen, dan hubungan. Semua hal tersebut menuntutku untuk berpikir ulang dan refleksi dengan tindakan yang sudah dilakukan. Pendewasaan memnag butuh proses bukan ? Terlebih lagi ketika umur akan menjemput angka 19, ada beberapa hal yang harus dimatangkan lebih. Aku kira itu adalah pematangan pikiran dan perasaan.
Sebelum itu, ada yang ingin aku ceritakan. Aku jatuh cinta pada umur 17 dan mengutarakan perasaanku tanpa berpikir panjang saat akan menginjak umur 18. Labil pasti, juga teman mengatakan bahwa ini cuma perasaan sesaat yang nanti bakal menguap. Paska pengutaraan dan  sepanjang perjalanan di  usia 18 banyak sekali cerita yang terjadi. Apalagi perihal perasaan yang sudah dinyatakan, secara tidak langsung mutlak bukan urusan masing-masing lagi. Ini saling berkaitan antara si pengutara dengan orang yang diutarakan. Sepanjang cerita-cerita itu muncul banyak sekali kelabilan, keegoisan dan prasangka-pransangka yang kadang bermuara pada ketidaknyamanan yang diciptakan khas orang-orang yang belum dewasa. Terlebih saat perkara terakhir yang terjadi akhir Mei lalu.
Well, ada pendewasaan diri yang terjadi sepanjang tahun lalu dan tahun ini. Diakhir usia 18 menuju 19 ini ada satu kesadaran yang muncul, ada mawas diri yang harus lebih sering dilakukan. Kalimat “Kita bertengkar, bukan berpisah” dalam novel, yang setidaknya membuat ada hal yang aku sadari. Meski aku berkoar seolah-olah kita berpisah, padahal sebenarnya ini tidak jelas sama sekali dan belumbisa disimpulkan. Dan pendewasaan diri memang harus ditingkatkan. Dan lagi, ada satu pesan yang langsung aku kirimkan kepada teman  selepas membaca kalimat itu :
“Bung, saya menyadari satu hal. Saya memang mencintai dia. Tapi bukan serta merta kami harus menjalani keseharian seperti sepasang kekasih bukan ? Tak melulu harus bertukar kabar. Dia cerita yang hidup dalam sajak dan puisi saya. Secara tidak lanngsung dia adalah alasan saya. Saya pasti akan berhenti kesetanan untuk menuntut dia berprilaku seperti kekasih saya sesungguhnya. Tapi saya tidak akan berhenti mencintai dia. Seperti telaga kepunyaan anda yang selalu melepas dahaga dan memberi kesejukan yang teduh bagi hari-hari anda. Serupa itu pula dia bagi saya. Dia memberi cerita lain dan kisah yang baru dalam hidup saya. Dan Bung, ternyata mencintai seseorang memang punya kebahagiaan tersendiri dan tidak bercampur dengan kebahgiaan lainnya”
Cinta dan kasih sayang itu sakral. Tidak ada pemaksaan tidak ada keterpaksaan. Cinta itu adalah kebahagiaan tersendiri. Itu yang aku sadari hari ini. Meski hanya berupa penjabaran dalam tiga kalimat, sesungguh ada makna yang lebih dalam dibaliknya. Hidup memang butuh pendewasaan. Pada kisah yang satu lagi, saya tak ingin banyak berkomentar sebab saya belum mampu memberi definisi yang pasti. Namun kalimat yang membuat saya ingat kepada orang ini adalah “ Peminum kopi itu pemikir. Sementara peminum teh itu romantis”. Kemudian cerita dalam novel tentang ekspedisi, perjalanan, pendakian gunung, buku-buku dan penulis membuatku teringat saja kepada seseorang pecandu rokok dan kopi, serta yang membuatku tadi malam tanpa berpikir menghubunginya. Sekali lagi, aku cuma teringat saja.Terakhir, terimaksih pada roman NISKALA dan pemikiran yang timbul sesudahnya. Ini menyenangkan dan mendewasakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Left a comment if you want ^^