“Di
tahun 2017, saya akan kurus. Ini hal yang penting dan mendesak. Alasannya
jelas, saya harus segera bertobat dan menjadi perempuan seutuhnya (entah apa
hubungannya). Yang jelas suatu hari nanti di tahun 2017 saya tidak lagi menjadi
perempuan dengan banyak lemak. Kemudian saya ingin seminar matakuliah dan
seminar proposal terlaksana tahun baru ini. Saya tidak ingin berlama-lama.
Kasihan calon jodoh saya jika dibiarkan menunggu terlalu lama. Maklum, sebab
saya tahu bahwa menggu tidak seasik itu. Saya ingin, tahun ini proyek bank
sampah yang sudah saya canangkan sejak semester lalu dapat terealisasikan
segera. Ini program yang baik, dan saya kira ini perlu dieksekusi dengan cepat.
Saya
ingin terus menuliskan apa saja dan berharap bisa dimuat meski sekali di
halaman surat kabar. Biar beberapa orang yang saya harap tahu mengetahui bahwa
saya bisa menulis meski sedikit. Saya juga ingin tambah pintar berbahasa
Inggris, mungkin dengan bonus saya bisa ikut program-program yang lebih lagi di
luar. Saya berharap tahun ini saya bisa
pergi melancong ke luar Riau beberapa kali, bertemu dengan kawan-kawan yang
baru, makanan, dan di tempat yang baru. Mungkin KKN-Kebangsaan salah satu
jalannya dan semoga saya Tuhan berkenan. Ini bukanlah harapan saya yang
terakhir. Tapi sungguh, saya berharap Tuhan berhasil merayu saya, sehingga saya menjadi jarang untuk curang dan
berselingkuh, terutama dengan perasaan saya yang membuncah itu. Saya berharap
saya masih bisa menerima pemakluman dari Tuhan untuk kesekian kali yang tak
terhingga banyaknya. Saya cuma ingin bisa menjadi orang yang setia dan tidak
mengecewakan.”
***
Tadi
malam tanggal 31 Desember, hari terkahir dan malam terakhir di tahun 2016.
Malam tadi saya keluar untuk menunaikan rencana “kencan” yang sempat beberapa
kali tertunda dan batal. Di Angkringan Pak Bagong, kami membuat janji jam 7
lewat. Pukul 18.55, Bang Boy menanyakan kepastian. Tanpa menunggu lama saya
iyakan dan saya langsung berkemas. Sejujurnya, saya masih perempuan yang sama
meski sudah mau tahun baru. Saya masih malas berganti baju dan berdandan. Saya cuma
mengganti celana boxer yang saya kenakan dengan levis panjang, menggunakan
cardigan hitam, dan memoles wajah dengan bedak bayi dan lipstick merah. Untuk
perkara lipstick, ini hal penting dan tidak bisa diganggu gugat. Saya selesai
berkemas pukul 19.05. Sampai pukul 19.17, saya masih berleha-leha. Pukul 19.18,
saya tanya apakah Bang Boy sudah sampai. Saya kira Bang Boy belum sampai,
ternyata sudah. Pukul 19.19 saya berangkat dengan motor Astrea saya yang sudah
kembali dipelukan saya.
Tidak
ada yang berubah sepanjang jalan Soebrantas menuju Agkringan Bagong, selain
terdapat penjual terompet di tepi jalan. Jalanan cukup padat tapi belum terlalu
sesak, serupa malam minggu yang sudah-sudah. Tetap ada penjual topi, garskin
handphone, ayam penyet, nasi goreng, sendal, dan barang-barang yang tetap bisa
kita jumpai setiap hari jika lewat disana. Di lampu merah Arengka, masih ada
anak-anak kecil yang kerap saya jumpai jika saya berhenti disana. Mereka masih
meminta-minta, masih membersihkan kaca mobil dengan kemoceng seadanya, dan
masih menangis. Mereka masih sama, masih menaruh harapan yang sama meski besok
tahun baru.
Saya
sampai di Angkringan Bagong 10 menit kemudian. Sudah ada Bang Boy dan Reky
disana. Bang Boy sudah menyantap nasi goreng dan ada segelas cappucino dingin (mungkin).
Di hadapan Reky sudah ada dua gorengan dan satu piring sambal serta setengah
gelas es jeruk tersisa. Saya beranjak menuju gerobak gorengan, mengambil piring
warna merah dan mengambil dua tahu dan satu tempe goreng. Tidak lupa 4 sendok
sambal saya letak ditepi piring. Sekalian, saya memesan teh manis dengan
sedikit gula.
Saya
kembali ke tempat duduk. Sembari menunggu es teh saya datang, saya mendenagrkan
banyak sekali obrolan-obran sambil tertawa lepas berkali-kali. Tak lama, es teh
saya pun datang. Reky memesan mie rebus dan obrolan kami lanjutkan. Mulai dari
dedek- dedek disebelah meja kami, fentung everywhere nya Bibib, taikers,
barisan sakit hati, pengalaman makan waktu KKN-nya Bang Boy, dan masih banyak
lagi. Satu hal yang paling berkesan dan membuat saya tidak berhenti tertawa adalah
cerita tentang Hayati dan Mak Datuak dengan rokok 5000 serta kalengnya. Sekitar
30 menit kemudian, datanglah Bang Dai dengan baju kaus merahnya. Kami pun pindah
meja. Reky bilang, Bang Dai butuh sandaran. Obrolan kami lanjutkan dan sampai
kepada cerita “abang itu”. Saya masih
terus tertawa karna obrolan-obralan ini. Diselanya, topik tentang “abang itu”
masih muncul sesekali. Begitulah mungkin, cerita tentang “abang itu” memang menarik
untuk diceritakan tapi tidak untuk dirasakan dan dikenang hal-hal yang
menyakitkannya.“Laki-laki sering tidak
menyadari cinta yang besar. Tapi jika lelaki memberikan cinta yang besar,
perempuan sering jual mahal.” Bang Boy berkata seperti itu. Memang seperti
itu adanya kebanyakan. Terasa rumit namun kita lah yang membuatnya semakin
rumit. Perkara cinta tidak ada habisnya jika kita bicarakan betul-betul.
Malam
kami habiskan dengan kembali tertawa dan bercerita, serta menanti seseorang
yang akan datang. Mike namanya. Saya tidak kenal dan belum pernah bertemu
sebelumnya dengan perempuan ini. Mike tak kunjung datang, yang ada hanya
kawannya dari kawan Bang Boy yang mirip Kevin Vierra. Reky mulai benyanyi
begitu pula Bang Boy dan kembali saya tertawa. Hingga pukul 10 kurang, Mike belum
juga datang. Saya harus segera pulang jika tidak ingin terkunci (lagi) dari
luar. Sebelum pulang saya sempat bertanya perempuan itu apa. Bang Boy bilang : “tulang rusuk yang hidup”, Bang Dai
bilang “ perempuan ya perempuan”.
Saya kembali tertawa. Sebelum saya berdiri, Bang Boy bilang “Masih banyak lelaki ganteng diluar. Lelaki
tidak satu, masih banyak. Jangan sampai bawa perasaan selamanya.” Saya
tertawa dan pergi ke kasir membayar makanan.
Di
perjalanan pulang, saya masih bertemu dengan anak-anak di lampu merah tadi. Mereka
masih meminta-minta, masih membersihkan kaca mobil dengan kemoceng seadanya,
dan masih menangis. Mereka masih sama, masih menaruh harapan yang sama meski
besok tahun baru dan tidak ada terompet malam ini. Saya teringat dengan
resolusi yang saya tuliskan dan pikirkan diawal untuk tahun 2017 ini. Jika saya
berharap sebanyak itu, mungkin mereka tidak. Makan yang cukup serta bisa bermain
dengan bahagia, mungkin itu resolusi yang sangat mereka harapkan sepanjang hari
dan sepanjang tahun. Lampu sudah hijau dan beberapa jam lagi tahun baru. Saya segera
bergegas pulang, mengganti levis dengan boxer dan menanti kembang api di atas
atap sendirian sambil mengingat-ingat. Barangkali, resolusi tahun 2017 ada baiknya disederhanakan. Intinya adalah
saya mesti bisa bersyukur untuk segala hal yang terjadi dalam hidup saya, ada
atau tanpa adanya “abang itu”. Selamat Tahun Baru.